Aktor Indonesia kembali go international, nih! Kali ini, giliran Laura Basuki yang mengharumkan nama Indonesia melalui perannya dalam film Before, Now, and Then (Nana). Sekadar informasi, merupakan film besutan sutradara Kamila Andini yang sebelumnya telah sukses berkarya melalui berbagai film drama berkualitas, salah satunya adalah Yuni, yang menjadi perwakilan Indonesia di Academy Awards pada akhir 2021.
Diangkat dari novel Jais Darga Namaku karya Ahda Imran, film ini berlatarkan Bandung tahun 1960-an dan berkisah tentang Raden Nana Sunani (Happy Salma) yang kabur dari keluarganya demi menghindari pria-pria yang ingin mempersuntingnya. Di Bandung, ia kemudian menikah dengan seorang pria dari keluarga menak. Namun, sang suami memiliki perempuan simpanan, Ino (Laura Basuki). Tanpa disangka, keduanya justru menjadi teman baik, sama-sama berjuang untuk nasib mereka di tengah pergolakan sosial dan politik yang kurang ramah dengan
Keunikan dari film ini adalah penggunaan dialog Bahasa Sunda. Tentu, ini agak jarang ditemukan di film-film Indonesia lain yang biasanya hanya menggunakan bahasa daerah beberapa persen dari seluruh dialognya. Hal tersebut menjadi tantangan bagi para pemain, bahkan Happy Salma yang bisa berbahasa sunda dan berasal dari Sukabumi. Bahasa Sunda yang digunakan sangat halus karena berlatar tahun 60-an.
Sebagai aktris yang bukan keturunan Sunda, Laura Basuki juga merasa tertantang mempelajari bahasa Sunda. Bahkan, ia mengalami kesulitan saat mengucap cengkok “eu”.
Namun, semua usaha keras itu terbayar dengan kesuksesan Before, Now, and Then di Berlinale Festival Berlin. Selain ditonton oleh lebih dari 600an orang pada penayangan perdananya, film ini juga mengantarkan Laura Basuki pada penghargaan Silver Bear for Best Supporting Performance.
“I’m so overwhelmed. Thank you @berlinale.”, begitu yang dituliskan oleh Laura Basuki dalam akun Instagramnya @laurabasuki menyambut penghargaan bergengsi yang didapatkannya. Penghargaan berkelas internasional ini tentunya membanggakan mengingat Berlin International Film Festival telah digagas sejak tahun 1951 dan diselenggarakan sejak 1978.
Dengan atusan ribu tiket terjual setiap tahun, festival berlambang beruang ini memiliki jumlah penonton yang terbesar. Setiap tahunnya, ditampilkan ratusan film dengan genre berbeda dan hanya dua puluhan film yang dapat bersaing untuk penghargaan Golden Bear dan Silver Bears.
Keputusan Kamila Andini untuk mengangkat tema unik dan menggunakan bahasa Sunda nampaknya adalah keputusan terbaik. Selain mengantarkan Laura Basuki pada penghargaan bergengsi, film ini juga panen ulasan positif di media-media Jerman. Salah satunya adalah Rundfunk Berlin-Brandenburg (RBB24) yang mengatakan bahwa film ini brilian.
Pembuatan film ini juga turut terinspirasi oleh akar dari sang sutradara sendiri. Sang ibu, merupakan perempuan asli Sunda. Dari garis keluarga ibunya, Kamila Andini berkenalan dengan budaya Sunda yang kental. “Saya ingin melihat keberagaman dari sinema kita, bukan yang jakarta atau kebanyakan Jawa Sentris. Keberagaman bukan cuma visual, tetapi juga berbentuk audio.”, ujar Kamila Andini dalam wawancaranya bersama media Jerman DW.