Rekomendasi film menarik buat acara keluarga!
Membicarakan mengenai budaya Tionghoa memang selalu menarik, terutama pada topik diaspora. Sejak abad ke-3 dan ke-5, para pedagang dari dataran Tiongkok memang berkelana ke berbagai penjuru dunia. Hal itulah yang kemudian memunculkan kawasan-kawasan Pecinan dan pada akhirnya membuat masyarakat Tionghoa menjadi masyarakat yang paling banyak menyebar ke seluruh dunia.
Namun, tentu saja hal ini menimbulkan beberapa fenomena, salah satunya benturan budaya. Budaya yang dibawa imigran dari Tiongkok tentu memiliki perbedaan dengan budaya negara asal. Benturan-benturan budaya ini kerap menjadi ide menarik buat film.
Nah, dalam suasana Imlek ini, menyimak karya tentang benturan dan asimilasi budaya Tionghoa menarik banget, nih. Coba saja tonton rekomendasi film berikut ini:
Rekomendasi film menarik tentang benyuran budaya Tionghoa
Crazy Rich Asian (2018)
Benturan budaya dalam Crazy Rich Asian memang kompleks. Sesama masyarakat Tionghoa, yang lahir dan besar di negara berbeda, akan menganut budaya dan ideologi berbeda pula.
Film Crazy Rich Asian bercerita mengenai Rachel Chu, seorang gadis Tionghoa yang lahir dan besar di Amerika Serikat. Rachel ini stereotip cewek Asia di Amerika banget: pekerja keras, independen, dan percaya diri. Ketika ia menemukan kenyataan bahwa Nick Young, kekasihnya, adalah anak konglomerat Singapura, ia tentu sangat kaget.
Budaya keluarga Young beda banget sama budaya Rachel Chu yang memang sejak kecil dibesarkan oleh single mother di Amerika Serikat. Keluarga Young masih terikat budaya, norma, dan etika orang Asia, yang kaya pula. Benturan ini semakin terlihat lewat interaksi Rachel dengan Eleanor, ibu Nick yang kolot dan merasa bahwa Rachel bukan our people. Menurut Eleanor, Rachel terlalu Amerika, enggak satu pergaulan, dan akan menjauhkan sang anak dari keluarganya.
Nah, menonton Crazy Rich Asian bikin kamu paham bahwa diaspora masyarakat Tiongkok ke wilayah yang berbeda akan menciptakan budaya yang juga berbeda.
Ilo-Ilo (2014)
Singapura adalah salah satu negara dengan diaspora Tionghoa yang cukjp besar. Benturan budaya pada prosesnya ini salah satunya direkam dalam film Singapura yang berjudul Ilo-Ilo.
Berlatar krisis keuangan Asia pada tahun 1997, Ilo-Ilo menyajikan konflik keluarga Tionghoa di Singapura dengan asisten rumah tangga mereka yang berasal dari Filipina. Ya, di Singapura, memang sangat banyak orang Filipina yang bekerja sebagai ART.
Keluarga itu terdiri atas Teck, seorang ayah yang bekerja di bidang penjualan, Hwee Leng, seorang ibu hamil dan sekretaris, serta putra mereka Jiale. Krisis ekonomi melanda tepat ketika keluarga tersebut mempekerjakan Teresa/Terry sebagai ART. Konfliknya kompleks, antara perjuangan dalam krisis keuangan, serta kecemburuan sang ibu karen Jiale dekat banget sama Terry.
Ditutup dengan perpisahan yang sedih, Ilo-Ilo adalah cerminan nyata interaksi keluarga Tionghoa-Singapura. Kamu bisa menontonnya di Tubi TV.
A Letter of Unprotected Memories (2008)
Ada beberapa film mengenai benturan budaya dan diaspora Tionghoa di Indonesia, salah satu yang menarik untuk ditonton adalah dokumenter A Letter of Unprotected Memories.
Film ini menceritakan tentang relasi Lucky Kuswandi, seorang sutradara film asal Indonesia dan bagaimana relasinya dengan akar budayanya –Tionghoa–. Sayangnya, sebelum tahun 2000, masyarakat keturunan Tionghoa dilarang merayakan Imlek. Hal ini seolah memisahkan mereka dengan root yang mereka miliki
Nah, dalam film ini, Lucky bakal bercerita mengenai bagaimana ia mengisi masa kecil sebagai keturunan Tionghoa, relasi sosialnya, persepsinya mengenai larangan itu, dan sebagainya. Manis, pahit, asam, semua ada dalam film ini.
Kamu bisa menonton film ini di Vidsee.
Cek Toko Sebelah (2016)
Film mengenai benturan budaya enggak harus selalu sendu atau mendayu-dayu. Benturan budaya dan kritik sosial nyatanya dapat disampaikan dengan asyik. Cek Toko Sebelah-nya Ernest Prakasa berhasil membuktikan itu.
Cek Toko Sebelah berkisah tentang seorang pria Tionghoa pemilik toko kelontong di Jakarta, Koh Afuk, dan konfliknya dengan anak-anaknya. Koh Afuk ingin Erwin, anaknya yang bekerja di perusahaan bergengsi, untuk meneruskan usahanya. Namun, Yohan, anak pertamanya, lebih membutuhkan usaha itu. Pekerjaan Yohan sendiri adalah fotografer dengan pendapatan yang tak menentu. Sementara itu, Yohan juga menikah dengan Ayu, seorang perempuan Jawa, yang sebetulnya kurang disukai sang ayah. Sentimen-sentimennya terhadap Yohan membuat Koh Afuk enggan meneruskan toko kepada Yohan. Padahal, Erwin ogah buat balik ke toko kelontong karena ingin sukses dengan cara modern: di korporat besar.
Konflik yang ditawarkan Cek Toko Sebelah ini merupakan cerminan dari kenyataan. Bagaimana Koh Afuk merepresentasikan pria tua keturunan Tionghoa yang menyambung kehidupan lewat toko, bagaimana interaksinya dengan para pegawai yang notabene bukan orang Tionghoa, dan bagaimana benturan budaya antara dirinya dengan Erwin yang berpandangan modern, memberikan kita banyak insight baru. Kamu bisa menontonnya di Netflix.
Happy Together (1997)
Happy Together adalah karya Wong Kar-wai yang lagi-lagi kental akan sentuhan Eropa. Ini mungkin terasa seperti In the Mood for Love yang menggunakan lagu Quisaz Quisaz Quisaz, tetapi Happy Together mencampurkan budaya lebih dari sekadar soundtrack.
Berjudul sama dengan lagu milik The Turtle yang menjadi soundtrack, Happy Together berkisah tentang Ho Po-Wing dan Lai Yiu-Fai, pasangan gay dari Hong yang mengunjungi Argentina bersama. Namun, hubungan mereka kembali labil saat mengunjungi Air Terjun Iguazu.
Karena kekurangan uang untuk terbang pulang, Lai mulai bekerja sebagai penjaga pintu di sebuah bar tango di Buenos Aires, sementara Ho hidup menganggur. Setelah Lai menuduh Ho menghabiskan semua uangnya dan membuatnya terdampar di Argentina, Ho mencuri dari salah satu kenalannya dan dipukuli habis-habisan. Lai pun kembali merasa kasihan dan merawat Ho.
Meskipun berfokus pada hubungan sesama jenis antara Lai dan Ho serta konflik-konflik yang ditandai dengan hal-hal maskulin (pertengkaran, luka, unjuk kekuatan, dsb), tetapi Happy Together juga menunjukkan bagaimana keduanya seperti menjadi orang bebas sekaligus terkucilkan di negeri “barat” yang asing, sebagai orang keturunan Tionghoa.
The Karate Kid (2010)
Terlepas dari judul yang enggak nyambung dengan apa yang diceritakan, tetapi The Karate Kid menceritakan tentang benturan budaya Detroit dan Tionghoa dengan cara yang asyik.
Dre Parker adalah salah satu anak yang terkenal di Detroit. Namun, sang ibu harus pindah ke Cina dan ia harus beradaptasi, serta menghadapi para perundung. Untungnya, ia bertemu dengan Mr. Han, seorang pekerja maintenance yang mengajarinya kungfu. Kendati awalnya sempat terjadi benturan budaya, dari Mr. Han, Dre belajar mengenai filosofi kungfu dan bagaimana seni bela diri ini membantunya untuk mengenal diri sendiri, lebih tenang, dan “memaafkan” orang lain yang menjahati kita.
Tonton film ini di Netflix.
Ip Man 4: The Finale (2019)
Seri terakhir dari Ip Man mengisahkan perjalanan Ip Man, sang master Wing Chun, di San Francisco, setelah kepergian sang istri. Tentu saja di San Fransisco, Ip Man akan kembali berlaga dengan teknik Wing Chun-nya yang sempurna. Namun, yang unik di sini bukan sekadar bagaimana ketenangan Ip Man dalam menghadapi lawan-lawannya. Ada banyak konflik yang diceritakan di film ini.
Konflik pertama adalah konflik ip Man dengan Ip Ching, sang anak, yang pemberontak dan memiliki pemikiran berbeda dengan sang ayah. Konflik kedua adalah konflik budaya. Di San Francisco, Bruce Lee, murid Ip Man, mengecewakan komunitas martial arts Tionghoa setempat karena membuka les kungfu dan mengajarkannya kepada masyarakat non-Tionghoa. Sebetulnya, perbuatan Bruce Lee niatnya baik, tetapi tentu saja ditanggapi berbeda oleh para tetua.
Nah, konflik budaya Timur-Barat dan pemikiran orang tua-orang muda inilah yang bikin Ip Man 4: The Finale semakin berwarna. Tonton di sini, ya.
***
Ada begitu banyak kisah inspiratif yang bersumber dari ide asimilasi budaya Tionghoa dengan budaya dari negara lain. Dari sana, kamu bisa memahami betapa kompleks dan menariknya budaya Tionghoa serta bagaimana mereka bisa berbaur saat berinteraksi dengan masyarakat lain.