Turnamen PUBG Mobile dengan skala dunia, PMGC 2023 telah resmi berakhir pada Minggu (10/12). IHC Esports dari Mongolia berhasil keluar sebagai juara, setelah mengalahkan 15 tim lain yang juga lolos ke grand finals.
Sayangnya dua tim Indonesia yang berlaga di turnamen tersebut, Persija EVOS dan Morph GPX gagal menuai hasil yang maksimal. Persija EVOS hanya mampu finish di posisi ke-13, sementara itu Morph GPX justru menempati posisi juru kunci di klasemen.
KINCIR sendiri akan menganalisa beberapa hal yang menyebabkan dua tim Indonesia “loyo” di PMGC 2023. Ingin tahu lebih lanjut? Yuk, simak artikel berikut ini!
Alasan dua tim Indonesia gagal di PMGC 2023 versi KINCIR
Gagal mendulang poin kill
Sama seperti turnamen game battle royale lainnya, PMGC 2023 juga memberikan poin buat setiap eliminasi yang berhasil diraih oleh tim-tim yang berlaga. Hal tersebut mendorong semua tim buat tampil agresif dan memperoleh banyak kill, supaya pertandingan berjalan seru dan menghibur.
Sayangnya hal tersebut gagal dimanfaatkan oleh Persija EVOS dan Morph GPX. Torehan poin kill yang didapat kedua tim terbilang sangat rendah. Persija EVOS hanya mampu mendapat 45 poin kill, sementara Morph GPX cuma dapat 34 poin kill.
Jumlah tersebut tentunya membuat mereka semakin sulit buat bisa memperbaiki posisi di klasemen. Soalnya torehan poin dari placement dan WWCD milik kedua tim juga sudah tidak maksimal.
Jelek di hari pertama, bikin momentum hilang di dua hari berikutnya
Performa kurang maksimal yang didapat oleh Persija EVOS dan Morph GPX langsung terlihat sejak hari pertama babak grand finals. Persija EVOS mengakhiri hari pertama dengan berada di posisi ke-14, sementara Morph GPX juga sudah menempati posisi juru kunci.
Hasil tersebut membuat kedua tim kesulitan buat mengejar poin yang diraih oleh tim-tim lain, terutama yang berada di papan atas. Soalnya tim-tim lain juga tampil sangat konsisten selama tiga hari turnamen, tanpa pernah anjlok sama sekali.
Misalnya saja IHC Esports yang menjadi juara turnamen ini, mengakhiri hari pertama di enam besar atau Stelwart Esports yang jadi runner-up, bahkan mengakhiri hari pertama di puncak klasemen. Hal ini tentunya membuat Persija EVOS dan Morph GPX kalah “start” jika dibandingkan dengan tim lain.
Kaget dengan gameplay dari tim-tim di luar Asia Tenggara
Boboho dari Morph GPX sempat menjelaskan salah satu penyebab timnya kesulitan buat mengarungi babak grand finals. Saat sesi wawancara bersama casters, Boboho mengatakan kalau timnya tidak memiliki waktu adaptasi yang banyak dengan gameplay dari tim-tim lain.
“Alasan kita struggling, mungkin karena lobby dan gameplay yang belum pernah kita lihat. Misalnya saja dari grup sebelah (grup green atau yellow), dan tim-tim yang sudah invited. Jadinya kita tidak punya waktu adaptasi yang tidak banyak, dan menjadi salah satu alasan Morph GPX struggle di sini,” ungkap Boboho saat sesi wawancara bersama casters bahasa Indonesia.
Hal tersebut tentunya cukup masuk akal, mengingat Morph GPX hanya memiliki jam bertanding yang kurang banyak lantaran langsung lolos ke grand finals dari group stage. Alhasil mereka tidak mendapat pengalaman bertanding melawan tim-tim lain, yang berasal dari regional lain.
Regional non-Asia Tenggara yang tengah on fire
Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai salah satu kawasan dengan persaingan paling ketat di kancah PUBG Mobile. Namun kini skena kompetitif PUBG Mobile kini semakin berkembang dengan pesat, dan tidak lagi didominasi oleh tim-tim asal Asia Tenggara.
Saat ini tim-tim yang tidak berasal dari Asia Tenggara bisa dibilang sedang naik-naiknya. Empat tim terbaik di turnamen ini yaitu IHC Esports, Stelwart Esports, A7 Esports, dan 4Merical Vibes tidak ada yang berasal dari Asia Tenggara.
Tim Asia Tenggara dengan hasil terbaik di turnamen ini sendiri adalah D’Xavier yang berasal dari Vietnam, dan berjarak sangat jauh dari IHC Esports yang keluar sebagai juara. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara Asia Tenggara yang mendominasi skena kompetitif PUBG Mobile seperti Vietnam, Thailand, dan Indonesia sudah mulai harus waspada di tahun 2024.
Tidak ada pemain yang benar-benar bersinar
Meskipun merupakan pertandingan antar tim, tetapi performa brilian seorang pemain bisa menjadi sebuah pembeda. Bukti nyatanya sudah terlihat di PMWI 2023, ketika TonyK tampil luar biasa dan “menggendong” Vampire Esports ke takhta juara.
Hal tersebut yang tidak diperlihatkan oleh pemain Persija EVOS dan Morph GPX selama babak grand finals. Semua punggawa kedua tim tersebut tampil kurang maksimal, dan tidak bisa “mengangkat” timnya masing-masing.
RedFace yang tampil luar biasa buat Persija EVOS di babak Last Chance dan mendapat gelar Last Chance MVP, gagal melanjutkan kegemilangannya di grand finals.
Jangan lupa buat terus mengunjungi KINCIR untuk mendapatkan informasi terbaru seputar games dan esports ya!