Beberapa tahun lalu, Indonesia melakukan langkah yang cukup menggemparkan industri game dengan DreadOut. Game horor garapan Digital Happiness ini memang dianggap terlalu bercermin pada seri Fatal Frame. Namun, secara keseluruhan DreadOut berhasil menarik perhatian gamers berkat kualitas yang terbilang memuaskan pada masanya untuk ukuran game buatan tanah air. Tak mau kalah, developer lokal StoryTale Studios turut meluncurkan game horor yang tak kalah epiknya, yakni Pamali.
Setelah merilis versi demo-nya, StoryTale resmi merilis versi full-nya pada 28 Desember 2018. Di versi full, kalian bisa menemukan empat skenario dengan tema yang berbeda. Untuk ulasan ini, KINCIR hanya mencoba versi White Lady yang bertema kuntilanak. Tiga skenario lainnya harus lo beli secara terpisah dari versi biasa.
Buat lo yang penasaran sama Pamali, tapi masih ragu untuk membelinya, KINCIR berikan ulasan yang anti-spoiler di bawah ini.
Konsep "Pamali" yang Orisinal dan Kreatif
Beda dari DreadOut, kali ini Pamali membawa konsep yang lebih orisinal. Seperti yang udah disinggung di atas, DreadOut mendapat kritik gara-gara dianggap terlalu mirip dengan Fatal Frame. Kalau kalian merasa masalah dengan orisinalitas, Pamali bisa menjamin kepuasanmu lewat konsep dan premis yang lebih orisinal.
Memang konsep mencari petunjuknya terasa mirip dengan game-game seperti Outlast atau Silent Hill. Namun, StoryTale berhasil bikin Pamali terasa menarik berkat kreativitas dalam penyusunan konsep secara keseluruhan.
Hal paling menarik sekaligus orisinal dari game ini adalah premis pamali dalam harfiah sebenarnya, yaitu pantangan yang berkaitan dengan kepercayaan. Di dalam game, ada banyak benda yang bisa kalian interaksi. Benda-benda tersebut pun berhubungan dengan budaya pamali. Misalnya seperti pantangan mandi larut malam, memindahkan benda yang seharusnya tidak boleh dipindahkan, atau menggunakan benda yang bukan jadi kepemilikan.
Konsep pamali tersebut akan menjadi 'nilai akhir' yang akan kalian dapatkan di akhir game. Semakin banyak pantangan yang kalian lakukan, game ini pun akan memberi nilai buruk atau cukup. Berlaku juga sebaliknya, kalian akan mendapat nilai bagus jika berhasil menghindari godaan untuk melakukan pantangan.
Plot Tak Terduga
Satu hal menarik yang bikin Pamali terasa orisinal adalah plot-nya. Di versi demo, game ini hanya menampilkan kisah seorang cowok yang ingin menjual rumah warisan orang tuanya. Namun, di versi full, Pamali datang dengan kejutan lewat plot berupa seorang developer game yang sedang melakukan riset untuk game horor. Jadi, empat versi cerita (Kuntilanak, Tuyul, Leak, dan Pocong) yang diberikan di dalam game adalah riset yang dilakukan oleh sang developer.
Konsep ini sejatinya memang enggak punya pengaruh pada permainan. Akan tetapi, harus diakui bahwa StoryTale berhasil membuat sebuah hal yang sangat kreatif dan berbeda. Salut!
Puluhan Ending dengan Skenario Berbeda
Menariknya Pamali dan konsep pamali-nya enggak selesai hanya di 'nilai akhir'. Pantangan yang kalian lakukan saat bermain pun akan berpengaruh pada jalan cerita. Hasilnya, kalian akan menemukan ragam ending hingga puluhan skenario.
Skenario ending-nya pun juga dipengaruhi oleh rajin atau tidaknya lo berinteraksi dengan objek yang ada. Kalian hanya diberi 'nyawa' sebanyak tiga hari untuk menemukan ending lewat sistem tidur. Kalian bisa menamatkan game dengan hanya tidur saja selama tiga hari. Namun, ending yang akan kalian dapatkan juga ending 'malas'.
Sebaliknya, semakin rajin kalian berinteraksi, kisahnya dan ketegangannya pun akan makin intens. Begitupun dengan skenario ending-nya. Sebab, game ini memberikan misi yang harus kalian cari sendiri lewat objek-objek yang kalian temukan.
Bukan Buat Penggemar Jump Scare
Harus diakui, StoryTale dengan sangat apik berhasil menyajikan ketegangan yang cukup membuat bulu kuduk berdiri. Semuanya berkat kombinasi visual dengan nuansa suram serta efek suara yang bikin lo merasa enggak betah selama bermain. Sayang, jika kalian berharap mendapat jump scare di game ini, hasilnya udah pasti kecewa.
Pamali sangat minim soal jump scare, terutama dari segi visual. Cuma ada beberapa adegan ngeri yang bisa dilihat secara kasat mata. Itupun baru bisa dinikmati jika kalian 'rajin' mengikuti skenario dan misi yang diberikan. Jika bermain 'malas', kalian pun hanya akan mendapat kejutan-kejutan kecil yang dijamin bikin lo bergumam, "Segini aja, nih?".
Potensi Kejenuhan Akibat Repetisi
Pamali memang membuat kalian tertarik untuk terus memainkannya dengan skenario puluhan ending. Meski begitu, keunggulan ini juga bisa jadi kelemahan yang cukup tampak. Sebab, puluhan ending berarti kalian harus terus memainkan game secara berulang. Hal ini pun berpotensi membuat kalian bosan hingga mengurangi motivasi untuk bermain.
Keasyikan bermain pun juga makin berkurang seiring semakin lama kalian bermain. Misteri yang ada pun makin lama makin terlihat. Begitu juga dengan elemen jump scare yang ikut-ikutan repetitif. 'Penampakan' pun selalu muncul di tempat dan waktu yang sama hingga berpengaruh dalam mengurangi ketegangan.
Perlu dicatat, rasa bosan ini muncul jika kalian hanya memainkan satu versi saja (Kuntilanak). Rasa bosan ini pun bisa kalian akali dengan membeli versi lengkap yang termasuk dengan tiga versi cerita (Pocong, Tuyul, Leak).
***
Secara keseluruhan, Pamali adalah game dengan daya pikat tersendiri. Storytale memang belum mampu menciptakan kesempurnaan pada gamenya. Ada banyak aspek yang tampak harus diperbaiki seperti kualitas grafis dan efek suara yang belum begitu mendetail. Namun, studio game asal Bandung ini menunjukkan potensinya sebagai developer menjanjikan lewat Pamali.
Yuk, langsung aja beli game asli kreasi anak bangsa yang satu ini!