Pada 2019 lalu, Blizzard Activision dilaporkan tengah melakukan efisiensi di dalam perusahaannya. Alhasil, ratusan pekerja terpaksa dirumahkan lantaran perusahaan game tersebut merugi. Pada tahun ini, Bloomberg sempat melaporkan jika Blizzard tidak memberikan kenaikkan gaji yang signifikan kepada karyawannya. Bahkan para karyawan melaporkan secara anonim jika pendapatannya sangat kecil.
Tahun lalu, pengurangan jumlah karyawan membuat sebagian yang bertahan harus bekerja ekstra. Lebih dari ratusan jam kerja dibebankan kepada karyawan untuk mengembangkan konten video game. Hal ini dinilai tidak berkeadilan lantaran gaji yang didapat tidak sepadan dengan jeri payah para karyawan.
Kesenjangan sosial antara para pekerja serta supervisor-nya dilaporkan terjadi di perusahaan game besar ini. Sementara para karyawan harus makan sereal serta menahan lapar untuk bayar sewa, para eksekutif bisa berliburan ke Disneyland bersama keluarga.
Kepada Bloomberg, juru bicara Blizzard Entertainment, Jessica Taylor mengatakan bahwa filosofi perusahaan tersebut berdiri pada asas kesetaraan kepada pekerjanya. Mereka pun akan melakukan ulasan untuk memberikan reward kepada para pekerjanya dalam waktu mendatang.
Setelah melakukan merger kepada Activision, dilaporkan oleh Kotaku bahwa pihak yang melakukan tekanan untuk melakukan pemotongan pengeluaran adalah pihak Activision. Padahal, sang publisher mendapatkan beberapa pendapatan signifikan dari entri game terbaik miliknya seperti Call of Duty: Modern Warfare.
Bayangkan untuk kenaikan beban pekerjaan yang bejibun, para karyawan Blizzard Entertainment menerima kenaikan upah kurang dari 50 sen setiap jamnya. Angka tersebut tentu sangat kecil dibandingkan dengan pendapatan perusahaan yang berbanding dengan bonus para eksekutif yang dinilai berlebihan.
Nah, bagaimana menurut kalian dengan masalah yang dialami pekerja di Blizzard Entertainment, nih? Semoga saja masalah ini cepat surut, ya! Jangan lupa untuk terus ikutin berita seputar game serta tulisan menarik lainnya hanya di KINCIR.