Dead Space adalah sebuah waralaba video game bergenre survival-horror yang dikembangkan oleh Visceral Games. Sejak seri pertamanya dirilis ke publik satu dekade lalu, game ini sudah menarik perhatian para pencinta game horor. Dead Space menawarkan sesuatu yang lebih unik yang tak kalah mendebarkan dibandingkan dengan game bergenre sejenis lain pada masanya.
Game ini berkisah tentang perjalanan Isaac Clarke, yang bukan seorang polisi, detektif, atau orang militer, melainkan hanya seorang insinyur mesin yang berjuang mencari jalan keluar dari sebuah kapal luar angkasa yang setiap sudut ruangannya telah dipenuhi oleh monster-monster asing yang siap memangsanya.
Lepas dari beberapa seri spin-off, Electronic Arts telah menerbitkan sebuah trilogi yang tergabung ke dalam seri utamanya. Dead Space 3 sebagai seri terakhir dari waralaba tersebut dirilis pada Februari 2013. Dan sejak saat itu, tak ada tanda-tanda apakah kita akan menyaksikan kelahiran Dead Space 4.
Walaupun Electronic Arts (EA) pernah mengklaim bahwa seri ini adalah sebuah intellectual property (IP) yang penting, namun sebaiknya lo kubur hasrat untuk bisa mencicipi sekuel Dead Space 3 tersebut. Mengapa? Berikut beberapa alasannya.
1. Dead Space 3 Tak Seimpresif Dua Seri Pertamanya
Mantan presiden Electronic Arts dalam sebuah wawancara pernah berujar, IP semacam Dead Space perlu sedikitnya lima juta audiens untuk bisa mendapat kucuran investasi dan terus melanjutkan perjalanannya. Jika enggak, waktu, tenaga, dan biaya yang dikerahkan oleh EA tak akan sepadan.
Sayangnya, Dead Space 3 menuai hasil penjualan yang kurang menggembirakan. Meski pada pekan pertamanya game ini terjual hingga 605 ribu keping, angka tersebut nyatanya masih jauh di bawah ekpektasi target yang dicanangkan EA.
Lebih jauh, Dead Space 3 dipandang sebagai sebuah langkah mundur oleh gamer dan para kritikus. Kualitas yang ditawarkan oleh game ini kalah jauh dengan dua seri sebelumnya. Kalau lo mainin ketiga gamenya langsung (bukan streaming-an di YouTube doang, ya), lo akan sadar bahwa atmosfer horor Dead Space 3 sudah terkikis dramatis.
Alasan paling utama adalah karena penggunaan lanskap ruang terbuka yang berlebihan, alih-alih koridor kapal luar angkasa yang sesak dan menyeramkan. Dua seri pertamanya seperti game bunuh diri buat mereka yang benci horor dan mengidap klaustrofobia. Tapi, itu hal yang bagus buat mayoritas gamer yang sudah jenuh dengan pilihan game horor yang ada saat itu. Terlebih, Dead Space 3 lebih banyak menanamkan unsur aksi yang generik dan tak lagi semencekam dulu.
2. Visceral Game telah ‘Disuntik Mati’ EA
Entah apa yang melatarbelakangi langkah EA untuk menutup studio Visceral Games. Satu hal yang pasti, menyuntik mati sebuah studio yang telah bertahan selama 19 tahun dan menelurkan game-game keren merupakan sebuah keputusan yang gila.
Nascar Rumble, Road Rash: Jailbreak, The Lord of The Rings, hingga Battlefield Hardline adalah segelintir judul game selain seri sensasional Dead Space yang ditelurkan oleh studio yang dulunya bernama EA Redwood Shores ini. Rumornya, EA terlalu banyak ikut campur dalam pengembangan Dead Space 3 yang menyebabkan game tersebut jadi terlalu komersil dan semakin menjauh dari fitrahnya sebagai game survival-horror.
Enggak cuma Dead Space, ditutupnya studio Visceral oleh EA juga berimbas pada sebuah judul game Star Wars tak bernama yang saat itu tengah dikembangkan. Walau proses produksinya dikabarkan telah dipindahkan ke studio EA Vancouver, namun hingga tulisan ini diturunkan, nasib game tersebut masih belum jelas juntrungannya.
3. Banyak Orang Penting Dead Space telah Angkat Kaki dari EA
Memang, Visceral kini hanya tinggal sebuah nama. Namun, ada hal lain yang mempersempit kemungkinan bagi kita untuk melihat Dead Space 4. Orang-orang yang bertanggung jawab terhadap kesuksesan seri tersebut kini telah pergi dari EA dan sibuk dengan proyek atau perusahaan mereka yang baru.
Steve Papoutsis, wakil presiden Visceral serta general manager dan lead executive dari semua seri Dead Space berpisah dari EA pada 2015. Wright Barwell, selaku lead gameplay designer Dead Space pertama dan creative director Dead Space 2, sejak 2011 silam telah bergabung dengan Zynga. Lebih jauh lagi, kreator orisinal game ini, Glen Schofield, sudah meninggalkan Visceral dan EA sejak dia merampungkan seri Dead Space pertama, lalu membangun perusahaan sendiri.
Alhasil, semakin mustahil saja untuk membayangkan bahwa masih ada orang-orang berpengaruh di tubuh EA yang mengharapkan penerus Dead Space 3. Kalaupun niatan tersebut ada, apakah tim pengembang Dead Space 4 nanti dapat menyajikan game yang tak kalah mencekam, horor, dan depresif seperti dua seri awalnya? Atau malah akan lebih gagal ketimbang Dead Space 3? Sebuah taruhan yang berisiko.
4. Genre Survival-Horror telah Banyak Bergeser
Seri Dead Space mendapat sanjungan setinggi langit berkat fitur-fitur inovatif yang mereka suntikkan terhadap genre survival-horror. Visual sinematik dan atmosfer horor yang kental yang mereka bawa juga ikut berkontribusi melambungkan pamor game ini.
Hanya saja, sejak seri pertamanya dirilis, genre survival-horror sudah ikut banyak berubah. Apalagi sejak sebuah proyek game "playable trailer” atau yang lebih dikenal dengan judul P.T. menggegerkan jagat video game pada 2014 lalu, semakin banyak developer besar maupun indie yang mencoba meniru gaya penyajian game tersebut yang menekankan pada unsur horor psikologis.
Kalau lo perhatiin Resident Evil 7, yang udah punya akar kuat dan gaya khasnya sendiri dalam penyajian game mereka, akan tampak lebih mirip dengan P.T. alih-alih deretan game Resident Evil sebelumnya.
Dead Space 4 boleh saja dirilis dalam waktu dekat ini. Masalahnya, apakah gaya survival-horror yang mereka bawa masih relevan dengan tren gaming saat ini?
***
Itulah beberapa alasan mengapa kita semestinya tak terlalu banyak berharap bisa menyaksikan kelahiran Dead Space 4. Kalaupun game yang dinanti-nanti oleh para pecinta survival-horror ini akan dirilis suatu saat nanti, jawaban pastinya hanya Tuhan dan EA yang tahu.