Seakan enggak mau kalah dengan Auto Chess, Valve merealisasi proyek game bernuansa auto battler, Dota Underlords. Mereka tampil kuat dengan menjual karakter Dota 2 yang sudah populer dan menjadi nuansa pengembangan Auto Chess sejak menjadi mods di dalam Arcade.
Di game ini, Valve tentu punya tim pengembangan yang bekerja maksimal menelurkan artistik grafis yang memanjakan mata para pemain. Namun, apakah itu semua menjadi nilai baik yang bakal membuat Dota Underlords memenangkan hati para pemain? Yuk, simak ulasan dari KINCIR berikut ini!
Gameplay Tiruan yang Enggak Menantang
Entah apa yang berada di benak para desainer game saat berniat mengembangkan Dota Underlords. Seakan enggak mau ambil susah, mereka meniru gameplay Auto Chess dari segi mekanik, aturan, hingga karakter di dalamnya. Jika dihitung, lebih dari 90% gameplay yang ada dalam Dota Underlords mengambil kesamaan pada Auto Chess. Sisanya, hanya penyesuaian kecil yang jumlahnya bisa dihitung jari.
Karakter yang diboyong Dota Underlords tentu menjadi preferensi buat banyak pemain Dota 2. Sang pengembang seakan enggak mau mengambil pusing saat mengimplementasikan game ini dan mengambil karakter yang pernah Drodo buat di Dota Auto Chess. Memainkan dua game yang identik seperti ini seakan tidak ada artinya, sehingga pemain hanya perlu memilih satu di antara kedua game ini.
Terlalu Bertumpu pada RNG
Selain kurangnya improvisasi, sistem lain yang tampak tidak karuan adalah fase loot di dalam Dota Underlords. Setiap melawan monster, pemain bakal dimungkinkan memilih buff berupa item yang bisa diikat pada karakter pion atau menambahkan efek tertentu yang diikat pada aturan kelas tiap karakter. Seiring permainan, fase ini menjadi sangat penting sehingga dampaknya terlalu besar.
Karena kesempatan mendapatkan buff yang cocok dengan gaya bermain sangat acak, pemain bakal dirugikan jika buff yang mereka pilih salah. Hal ini sangat bertumpu pada random number generator (RNG) dan minimnya pola yang disajikan membuat permainan di Dota Underlords sangat bertumpu pada keberuntungan.
Di sisi lain, Auto Chess masih mempertahankan gaya item yang bisa pemain sematkan pada pion dengan pilihan enam slot di tiap karakter. Kombinasi di dalamnya juga membuat pemain bisa sedikit lebih fleksibel sehingga bisa mengubah gaya bermain. Ketika memainkan Dota Underlords, seakan-akan harapan untuk bisa melakukan comeback sangat kecil, karena kita membicarakan RNG dan sifatnya tidak pasti di dalam permainan.
Implementasi Mekanik yang Semrawut
Jika dibandingkan, Dota Underlords menambahkan sesuatu yang sangat fatal di dalam game ini, yakni mekanik movement speed. Karakter Bloodseeker yang baru diboyong misalnya bakal berlari cepat ketimbang meloncat seperti kebanyakan karakter Assassin dalam Auto Chess. Ketika terkena efek slow, hal ini juga berimbas pada pergerakan pion milik pemain. Padahal, game auto battler yang mengambil ruang papan catur seperti ini harusnya diikat hanya pada pergerakan posisi pion.
Ketika fase bertarung dimulai, pemain bakal melihat pembantaian yang sangat cepat. Entah itu menang atau kalah, pertarungan di dalam Dota Underlords terlihat sangat kasar dan tidak menarik untuk dilihat. Hal ini membuat analisis permainan jadi cukup bias. Seakan-akan, posisi pion di dalam papan permainan tidak berpengaruh banyak. Lantas, untuk apa Valve tetap mempertahankan petak permainan 8×8 yang jadi lapangan mutlak untuk permainan catur?
Usaha "Memerah" Dota 2
Para pemain bisa saja merayakan kalau kini mereka mampu memainkan karakter Dota 2 untuk dua platform, PC dan mobile. Namun, tidak ada alasan lain untuk memainkan game ini selain membayar rasa loyal kita lantaran rip-off semacam ini tampil buruk dan mengecewakan.
Sebagai usaha untuk terjun ke genre permainan baru, Dota Underlords merupakan sebuah proyek yang sia-sia. Kini, pertanyaan mengapa game ini bisa dikembangkan dengan waktu cepat dijawab oleh pernyataan yang mengecewakan bahwa game ini diciptakan sebagai tiruan belaka. Sesuatu hal yang harusnya dihindari oleh developer game jika mereka ingin menawarkan hal baru kepada pemainnya. Alih-alih memperbaiki permainan, Valve justru merusak permainan strategi yang ada dalam game ini.
Valve memang masih mengembangkan Dota Underlords untuk beberapa waktu ke depan. Akan tetapi, berbeda dengan spin-off Dota 2 sebelumnya, Artifact, game ini tampil lemah lantaran tidak mampu mengembangkan gameplay yang orisinal. Game ini juga terkesan memaksa pemainnya lebih merayakan romantisisme karakter Dota. Jika kembali mengulangi kesalahan yang sama dengan menelantarkan pengembangan, Dota Underlords bakal berakhir sama menjadi proyek setengah hati yang melukai komunitas pencinta Dota 2.
Matinya Gairah Permainan
Nilai buruk dari Dota Underlords tidak berakhir lewat tiruan gameplay yang mengecewakan saja. Tim pengembangan terlihat setengah-setengah menawarkan hal baru serta menciptakan sinergi antara orisinalitas permainan dan karakter Dota.
Pemain Dota 2 tentu penasaran dengan maksud dari Underlords lantaran ada karakter Hero Dota 2 yang bernama Underlords. Belum lagi kegagalan Valve membawa lore Dota 2. Di aspek ini, mereka harusnya bisa menempatkan klasifikasi Hero dari hubungan mereka di dalam cerita. Padahal, dengan begini mereka bakal mampu menghindari plagiasi sehingga mampu menciptakan karakter-karakter baru.
Hanya menawarkan nilai grafis seharusnya tidak membuat pemain gampang percaya. Dengan membawa artistik dan karakter Dota 2, romantisisme itu hanya seperti pemanis mata saja. Gameplay nanggung, terlalu bertumpu pada faktor random number generator, hingga hilangnya latar belakang cerita di game ini membuat Dota Underlords terkesan seperti usaha gagal yang mematikan ekspektasi pencinta Dota 2 atau Auto Chess.
***
Bagaimana pendapat kalian tentang game ini? Apakah kalian setuju dengan ulasan di atas, ataukah justru sebaliknya? Bagikan pendapat kalian di kolom komentar, ya! Serta, ikuti terus KINCIR untuk ulasan game selanjutnya!