Kemudahan akses internet membuat popularitas game online jadi semakin meningkat. Kini, siapapun dari berbagai tempat bisa saling bertemu untuk bermain game bersama, entah menjadi rekan tim atau menjadi musuh di game.
Bertemu dengan banyak orang yang enggak dikenal tentunya membuat kalian harus siap menghadapi sikap mereka yang berbeda-beda. Ada yang bersikap baik di sepanjang game, namun enggak sedikit juga yang menunjukkan perilaku enggak baik atau yang biasa dikenal sebagai gamer yang toxic.
Keberadaan gamer toxic enggak bisa dimungkiri jadi fenomena yang marak untuk saat ini. Apakah keberadaan mereka dapat menjadi tantangan? Yuk, simak rangkumannya!
Toxic Adalah Kebutuhan
Sebelum panjang lebar membahas tentang perilaku toxic di game, sebaiknya kita pahami dulu apa makna dari perilaku toxic. Menurut Jodie Gale, psikoterapis yang berbasis di Sydney, orang bisa berperilaku toxic karena mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka walaupun dengan cara yang enggak sehat.
Banyak perilaku yang bisa membuat seseorang dianggap toxic, salah satunya adalah menjadi sangat kritis hingga cenderung ekstrem terhadap orang lain. Yap, perilaku tersebut memang kerap kita temukan saat bermain game. Ketika merasa dirugikan, ada kalanya seorang pemain melampiaskan kemarahan dengan berkata kasar kepada pemain lain.
Berkata kasar bukan satu-satunya perilaku toxic yang bisa kalian temukan di game. Dari berkata kasar, biasanya akan berlanjut ke perilaku toxic lainnya. Kalian mungkin pernah menemukan rekan tim yang sengaja bermain jelek supaya mengacaukan jalannya permainan. Atau, ada rekan tim yang sengaja AFK agar timnya kalah lebih cepat.
Perilaku buruk tersebut sudah pasti bisa menimbulkan dampak buruk bagi pemain lainnya. Pemain yang awalnya berperilaku baik pun bisa terpancing untuk membalas. Perilaku toxic semakin menyebar kepada pemain-pemain lainnya. Melontarkan kata-kata kasar pun bisa jadi hal lumrah jika semakin banyak pemain yang melakukan hal tersebut.
Apa Pemicu KelakuanToxic?
Bukan rahasia lagi jika kalian bisa menyembunyikan identitas asli dalam sebuah game. Soalnya, hampir di setiap game online menawarkan pilihan agar pemainnya dapat membuat nama panggilan untuk akunnya. Kalian pun diberi kebebasan untuk menggunakan nama asli atau nama baru yang kemudian akan menjadi identitas kalian di suatu game.
Menurut Jeremy Blackburn dan Haewoon Kwak dari Telefonica Research Barcelona, status anonimitas yang bisa didapatkan pemain dapat menimbulkan sejumlah perilaku buruk di internet, termasuk game online. Tanpa komunikasi tatap muka, hal tersebut secara alami malah memicu permusuhan dan agresivitas.
Game online pastinya enggak luput dengan kehadiran mode player vs player (PvP). Selain alasan berlindung dari kerahasiaan identitas, ternyata semangat kompetitif untuk memenangkan suatu game juga dapat memicu perilaku toxic di game online, loh.
Kompetisi memang salah satu elemen penting yang membuat suatu game jadi menyenangkan dan digemari. Namun di saat yang sama, kompetisi juga yang dapat menimbulkan konflik antarpemain. Enggak jarang, ‘kan, kalian menemukan pemain yang langsung memaki-maki saat ada rekan timnya yang enggak maksimal saat bermain? Atau malah kalian sendiri yang termasuk orang tersebut?
Menurut NYMag, seseorang cenderung berperilaku enggak etis jika mereka lebih dekat dengan lawan mereka. Dengan unsur kompetisi, gamer akan dihadapkan dengan pemain lain sebagai lawannya. Nah, perilaku enggak etis enggak hanya ditujukan kepada lawan saja. Jika dalam keadaan terdesak, seseorang juga bisa melampiaskan perilaku enggak etisnya kepada rekan timnya.
Yap, keinginan untuk menang dan menjadi lebih baik dari pemain lainnya dapat membuat pemain berperilaku agresif di dalam game. Sebagian pemain enggak segan menumpahkan kekesalannya kepada pemain lain ketika tujuannya untuk meraih kemenangan mulai terhambat. Padahal, enggak sedikit juga pemain toxic yang sebenarnya malah menjadi beban bagi rekan timnya.
Menumpahkan kekesalan sebenarnya sah-sah saja. Namun, enggak semua pemain bisa menumpahkan kekesalannya dengan cara yang baik. Enggak sedikit pemain yang sampai mengeluarkan kata-kata yang enggak sepantasnya karena merasa dirugikan oleh pemain lain, bahkan bisa menyangkut unsur SARA.
Streamer Jadi Perantara Toxic
Perilaku toxic di game kini enggak hanya menjamur di kalangan gamer biasa. Kini, enggak sedikit juga streamer game di Indonesia yang menjadikan perilaku toxic sebagai daya tarik video mereka. Melontarkan kata-kata kasar di video streaming pun sudah jadi hal yang lumrah. Berhubung kebanyakan para streamer enggak hanya tampil dalam bentuk audio, mereka turut melakukan perilaku toxic dalam bentuk visual.
Yap, pengertian perilaku toxic pada streamer game pun sebenarnya lebih luas dan enggak hanya terpatok pada tutur kata yang buruk. Hal tersebut pun juga diamini oleh brand ambassador EVOS Esports yang juga merangkap sebagai streamer game, yaitu Jonathan Liandi atau yang lebih dikenal sebagai Emperor.
“Pengertian toxic itu berbeda-beda. Mungkin bagi sebagian orang Indonesia, toxic itu ketika gamer atau streamer berkata-kata kasar. Menurut saya, orang bisa disebut toxic jika apa yang dia lakukan hanya menimbulkan dampak negatif untuk orang lain. Ibaratnya, orang tersebut hanya bisa jadi parasit bagi orang-orang yang menonton atau mengikuti dia,” ujar Emperor kepada KINCIR.
Emperor pun sadar bahwa dirinya termasuk dalam streamer game yang toxic secara verbal. Dia pun mengakui dirinya kerap melontarkan kata-kata kasar saat melakukan streaming. Menurut Emperor, apa yang dia lakukan sebagai bentuk pernyataan dirinya yang apa adanya. Walau begitu, dia tetap harus tahu kapan bisa membatasi dirinya untuk berperilaku toxic.
Salah satu caster Mobile Legends, KB, turut memberikan tanggapannya mengenai streamer game yang toxic. Menurutnya, perilaku toxic di antara para streamer merupakan bentuk ekspresi. Soalnya, setiap streamer punya kesulitan untuk mengolah game yang dia mainkan menjadi konten yang bisa dinikmati. Nah, perilaku toxic bisa menjadi bentuk ekspresi agar kontennya bisa diminati.
Makin Toxic, Makin Disuka
Banyak cara yang dilakukan seorang influencer gaming untuk membuat kontennya diminati oleh banyak penonton. Selain toxic secara verbal, ada juga yang melakukan berbagai tingkah absurd untuk dapat menjaring penonton.
Siapa, sih, yang enggak tahu Ericko Lim? Youtuber gaming yang mengawali kariernya sebagai shoutcaster League of Legends ini dikenal dengan perilakunya yang nyeleneh, bahkan termasuk toxic. Bukan sekadar kata-kata kasar, konten-konten yang dibuat Ericko pun terbilang sangat absurd dan pastinya bikin geleng-geleng kepala.
Di kanal YouTube-nya, Ericko enggak hanya memamerkan kemampuannya dalam bermain game. Dia kerap membuat berbagai konten yang enggak berhubungan dengan game. Namun, konten tersebut terlihat benar-benar enggak wajar. Ericko pernah menampilkan dirinya makan tisu, makan nasi Padang menggunakan kepala teman, hingga hal absurd lainnya yang enggak pantas ditiru.
Selain membuat konten-konten yang enggak masuk akal, ada juga youtuber yang mencoba menarik para penontonnya dengan membuat judul video yang clickbait serta berpenampilan seksi di setiap videonya. Kalian, apalagi gamer cowok, pastinya enggak asing, dong, dengan Kimi Hime?
Walau Kimi enggak melontarkan kata-kata kasar saat bermain game, dirinya sempat membuat berbagai video dengan judul dan thumbnail yang bisa mengundang persepsi berbeda buat para penontonnya. Video-video tersebut memang telah dihapus setelah kasusnya mencuat beberapa waktu lalu. Namun, penampilannya yang cukup terbuka masih bisa kalian lihat di videonya hingga saat ini.
Pilihan berbusana tentunya menjadi hak masing-masing individu. Sayangnya, penampilan terbuka Kimi saat streaming atau di video YouTube-nya bisa dilihat oleh orang dari berbagai umur. Penampilannya kerap mengundang komen-komen yang berbau pelecahan secara verbal. Sedihnya lagi, enggak sedikit anak di bawah umur yang ikut memberikan komentar semacam itu.
Perilaku toxic yang ditunjukkan para gamers tersebut tentunya bisa berdampak negatif, bahkan ditiru oleh para penontonnya. Emperor pun mengakui bahwa dirinya punya ketakutan jika hal negatif yang pernah mereka lakukan bisa ditiru oleh penonton, termasuk yang masih di bawah umur.
Emperor berkata, “Saya enggak bisa mengganggap orang yang nonton bisa sepemikiran. Itulah sebabnya, saya ingin mengajarkan kepada penonton saya bahwa mereka enggak perlu mengikuti saya, termasuk perilaku toxic saya.”
Emperor mengakui bahwa dirinya mungkin sulit untuk bisa berubah sepenuhnya. Soalnya, apa yang dia tampilkan dalam video selama ini adalah sosoknya yang tampil apa adanya. Dia enggak ingin jika harus berubah total dan menampilkan sosok yang bukan dirinya yang sebenarnya. Namun, Emperor berjanji untuk terus memperbaiki dirinya.
“Saya sadar enggak semua hal yang saya lakukan adalah bagus. Oleh sebab itu, saya pelan-pelan mulai mengurangi berkata kasar, kecuali kalau keceplosan. Ketika saya ambil konten live streaming untuk dipindahkan ke YouTube, saya pasti sensor kata-kata yang terlalu kasar. Saya lakukan agar penonton tahu bahwa omongan saya enggak bagus,” ujar Emperor.
Walau merasa khawatir jika perilaku toxic-nya dapat ditiru oleh penontonnya, Emperor berharap penontonnya mampu membedakan mana hal positif dan negatif dari para streamer. Sehingga, penonton tetap dapat mengambil pengaruh positif seorang streamer walau streamer tersebut dikenal sangat toxic.
Toxic Enggak Selamanya Cuan
Walau keberadaan streamer toxic kian menjamur, kalian tetap masih bisa menemukan streamer yang tetap konsisten menjaga perilakunya. Kalian mungkin sudah bisa menebaknya, ‘kan? Yap, beberapa youtuber gaming yang cukup dikenal dengan tutur kata sopannya adalah Jess No Limit dan MiawAug.
Jika dibandingkan Ericko, Jess dan MiawAug lebih fokus dalam menghadirkan konten game di kanal YouTube-nya. Walau menghadapi situasi yang bisa saja memicu perkataan toxic, mereka tetap menjaga tutur kata di setiap video mereka. Bahkan tanpa memperlihatkan perilaku toxic, mereka bisa mendapatkan jumlah subscriber hingga jutaan orang.
Sama-sama memulai akun YouTube-nya pada 2014, jumlah subscriber MiawAug ternyata jauh lebih banyak dari Ericko Lim. MiawAug memiliki sekitar 6,8 juta subscriber, sedangkan Ericko Lim berkutat di angka 2,4 juta. Yang lebih mengejutkan lagi, Jess No Limit yang baru bergabung di YouTube pada 2017 ternyata mampu mendapatkan sebanyak 6,3 juta subscriber.
Perilaku positif yang mereka bangun pun juga punya dampak yang lain. Kedua youtuber ini enggak jarang dipercaya oleh berbagai perusahaan untuk mengiklankan produk mereka. Bahkan, Jess dipercaya sebagai brand ambassador salah satu lembaga pendidikan dan perangkat elektronik ternama. Selain itu, dia pun dipercaya untuk mengiklankan salah satu e-commerce terbesar dan berbagai merek terkenal.
Enggak kalah dari Jess No Limit, MiawAug pun dipercaya banyak brand besar untuk mengiklankan berbagai produk di media sosialnya. Bahkan, salah satu developer game mobile terbesar, Supercell, memasang MiawAug untuk mengiklankan acara offline mereka. Lalu, perusahaan bereputasi besar lainnya pun enggak ragu menggunakan jasa MiawAug.
***
Perilaku toxic rasanya memang sulit dilepaskan dari dunia game online. Keinginan pemain untuk menang terkadang membuat orang bisa melepaskan emosinya secara berlebihan. Selain kondisi kompetitif, keberadaan streamer toxic yang “memberikan contoh” kepada pemainnya juga memicu maraknya perilaku tersebut di game online.
Bagaimana menurut kalian? Apakah perilaku toxic di game online merupakan sesuatu yang lumrah? Apakah kalian juga termasuk orang yang melakukan perilaku tersebut saat bermain game? Kasih tahu pendapat kalian di kolom komentar, ya!
Mau jadi gamer yang bijak dalam berperilaku dan menyebarkan pengaruh positif? Social Media Week Jakarta 2019 punya segala jawaban atas rasa penasaran kalian. Terutama kalau kalian ingin menjadi influencer yang berpengaruh di dunia esports. Langsung aja datang ke Senayan City pada 11—15 November 2019 dan daftarkan diri kalian di sini!
Ikuti juga KINCIR untuk mendapatkan informasi menarik seputar video game dan esports.