Masuk dalam jajaran negara dalam populasi gamers terbesar di Asia, Indonesia punya potensi besar di industri gaming dan esports. Untuk melihat potensi apa saja yang bisa dihadirkan dalam industri ini, acara “Leverage Esports to Grow Your Business” digelar dengan mengumpulkan para pakar untuk membicarakan kolaborasi brand di industri esports.
Dalam acara yang diadakan oleh KINCIR & IESPL disiarkan secara langsung di KASKUS TV, menampilkan membawa pembicara Bapak Sandiaga Uno selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (PAREKRAF), Rangga Danu selaku VP KINCIR & Co-Founder IESPL, Harmat Haris yang merupakan Co-Founder EVOS, Armand Hartono sebagai Deputy President Director BCA, dan Hans Saleh sebagai Country Head Garena Indonesia.
Menurut Bapak Sandiaga Uno, perkembangan esports di Indonesia sudah semakin maju dan bergerak sangat cepat. Maka dari itu pemerintah harus cepat tanggap dengan regulasi-regulasi yang tepat agar bisa membuka lapangan kerja untuk masyarakat dan membantu memulihkan ekonomi negara.
“Sektor gaming bertumbung dengan begitu cepatnya. Di Indonesia sendiri tercatat sudah kurang lebih 50 hingga 70 juga gamers. Ini jadi tantangan pemerintah membuat infrastruktur digital. PAREKFAF juga bekerja sama dengan KOMINFO dalam hal jaringan 5G dan broadband dengan kecepatan tinggi. Kami harapkan, para gamers engga hanya sekadar main, tapi juga bergabung dengan ekosistem esports, seperti owner tim, pelatih, dan event organizer,” ungkap Bapak Sandiaga Uno.
Kini, Indonesia masuk dalam urutan ke-16 dalam segi market dan mempunya revenue sebesar 1 miliar dolar Amerika atau setara dengan Rp16 triliun per tahun. Melihat jumlah tersebut, pemerintah juga berharap jika gamers bisa melakukan promosi untuk game-game lokal.
Sebagai salah satu penyelenggara turnamen terbesar di Indonesia, Indonesia Esports Premier League (IESPL) memang fokus untuk membangun ekosistem esports. Memulai turnamen pertamanya bertajuk Battle of Friday pada 2019 lalu, Rangga Danu mengatakan jika tim esports harus berbadan hukum. Enggak hanya itu, mereka juga mereka juga mulai memperhatikan pendapatan para pemain dengan memberikan subsidi kepada 12 tim yang ikut serta sebesar Rp400 juta.
“Walaupun esports ada sudah lama, namun hanya jalan ditempat dan sekitar komunitas saja. Akhirnya, kami memutuskan untuk membangkitkan ekosistem esports dengan menggelar sebuah turnamen liga bernama Battle of Friday. 12 tim yang tergabung juga dituntut untuk bisa menggaji para pemainnya dan kami memberikan subsidi,” ungkap Rangga Danu.
Dalam masa pandemi seperti sekarang ini, esports justru memperlihatkan peningkatannya. Hal ini terbentuk ketika para masyarakat hanya menggunakan gadget untuk mencari hiburan dan bersosialisasi, termasuk bermain game.
Maka dari itu, BCA selaku salah satu bran perbankan memutuskan untuk mendukung perkembangan esports. Melihat dari data, mereka pun bergabung untuk berkomitmen mengembangkan industri esports di Indonesia.
“Kami melakukan survey ke nasabah yang 70% didominasi orang yang berumur di bawah 50 tahun, mereka juga gemar bermain game. Kita juga melihat data yang memperlihatkan pertumbuhannya, jadi kita pun dukung untuk membentuk ekosistem ini sebagai penyambung antara pemain dan komunitas dalam sebuah turnamen,” ungkap Armand Hartono.
Enggak hanya BCA, ada juga beberapa brand ternama, seperti Gucci melebarkan sayap untuk ikut serta dalam kesuksesan esports di dunia. Hal ini memang dikarenakan industri game dan esports punya potensi yang besar untuk bisa menarik perhatian para penggemar.
“Industri game dan esports punya potensi besar. Namun, esports yang paling dilihat dan jadi salah satu cara para bran bergabung melalui sebuah turnamen. Di tahun lalu, jumlah viewership di salah satu turnamen meraih total 20 juta dan di tahun ini mencapai 40 juta karena disiarkan di salah satu televisi nasional. Jika ingin masuk ke dalam in-game, bran juga bisa melakukan branding, misalnya melalui IP,” ungkap Hans Saleh.
Dari sisi tim esports yang merupakan wadah para pemain, para pemain yang berkecimpung di ranah profesional sudah termasuk ke kawasan ekonomi kreatif. Selain mendapatkan gaji, mereka juga bisa mendapat penghasilan lain dari livestream.
“Karena mereka sudah berada di dunia digital pasti terkenal, para atlet esports juga bisa menjadi influencer kepada para penggemarnya di media sosial. Penghasilan atlet juga sekarang sudah luar biasa besar dari range Rp10 – Rp500 juta perbulan. Jadi buat industri ini memang telah terbukti bisa menciptakan sebuah lapangan pekerjaan,” ungkap Hartman Haris.
Bagaimana tanggapan kalian dengan perbincangan para pengamat seputar esports dari sisi bisnis? Jangan sungkan untuk memberikan komentar kalian di kolom bawah, ya! Tetap di KINCIR agar kalian enggak ketinggalan berita seputar esports.