– Sempat diisukan bangkrut, GameStop justru jadi viral karena kasus sahamnya.
– Apakah kasus ini punya kaitan dan bakal berpengaruh terhadap industri video game secara keseluruhan?
Kurang lebih sepekan lalu, nama GameStop mencuat hingga viral di dunia maya. Bagi penggemar video game, ngetrennya nama perusahaan retail game asal Amerika Serikat ini mungkin awalnya akan terdengar sebagai kabar buruk. Pasalnya, GameStop selama beberapa bulan terakhir sedang berjuang keras untuk tidak gulung tikar akibat perubahan tren industri video game dan pandemi COVID-19.
Namun, kenyataan di balik viralnya GameStop bikin kebanyakan gamer takjub sekaligus kebingungan. Bukan, GameStop enggak bangkrut atau kolaps seperti yang kalian duga. Justru sebaliknya, perusahaan ini seakan sedang berada di atas angin karena nilai sahamnya yang meroket dalam kurun waktu singkat.
Di dunia pasar modal, meroketnya nilai saham sebenarnya bukan perkara spesial. Namun, kasus ini terbilang sensasional dan bahkan kontroversial karena nilai saham yang meningkat dengan sangat drastis. Bahkan, pasar modal Wall Street pun sampai terguncang dan sangat keteteran untuk bisa mengatasi masalah ini.
Bagi penggiat dunia saham dan pasar modal, kasus ini mungkin telah menjadi pengetahuan umum. Namun, bagi gamer yang tak pernah menyentuh saham, kalian mungkin sedikit kebingungan meski dalam hati merasa sangat penasaran.
Jadi, apa yang sebenarnya terjadi di kasus GameStop? Lalu, apakah kasus ini ada hubungannya dengan antusiasme gamer terhadap perusahaan retail game legendaris Apakah kasus ini secara keseluruhan akan berpengaruh terhadap industri video game?
Kalau kalian merasa terwakilkan dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, temukan jawabannya dalam penuturan khas KINCIR terkait fenomena saham GameStop di bawah ini!
Hampir Bangkrut Sebelum Kasus Saham
Seperti yang sudah sedikit dibahas di atas, mencuatnya nama GameStop di kolom trending Twitter, Google, atau platform media sosial lain pada awalnya mungkin terdengar seperti kabar buruk. Prasangka tersebut sebenarnya beralasan karena perusahaan ini memang sedang kesulitan untuk terus eksis.
Dikenal sebagai toko retail fisik yang menjual video game, konsol, serta aksesorisnya, GameStop terbilang terseok-seok menghadapi perkembangan industri yang semakin digital alias canggih. Perseroan ini dianggap tidak mampu bersaing dengan retail online yang semakin menjamur.
Pandemi COVID-19 juga memperparah fase krisis. Seperti industri retail fisik lainnya, GameStop harus menghadapi kenyataan bahwa gamer sudah makin ogah untuk berkunjung langsung ke tokonya akibat aturan karantina dan social distancing.
Dilansir Screen Rant, sepanjang 2019 sampai 2020 ada ratusan toko fisik GameStop yang harus gulung tikar. Bahkan, direncanakan ada 1.000 toko fisik yang menyusul ditutup per Maret 2021.
Meski juga berjualan secara daring, mereka tetap kesulitan karena toko fisiknya sudah tersebar hampir di seantero Amerika Utara. Penjualan online memang sedikit membantu. Namun, kondisi tetap sulit untuk diperbaiki hingga GameStop mengumumkan bahwa mereka takkan meraih keuntungan hingga 2023.
Bagaimana Saham GameStop Bisa Meroket?
Semua cerita menyedihkan di poin sebelumnya seakan sedang berada di fase plot twist di akhir Januari 2021. Saham GameStop yang tadinya bernilai sangat receh, tiba-tiba “terbang” ke angkasa dengan peningkatan nilai yang sangat drastis.
Peningkatannya terbilang sangat fantastis hingga membuat pasar modal Wall Street kerepotan, sampai-sampai Badan Keuangan Amerika menuntut investigasi. Publik pun juga jadi dibuat penasaran dan keheranan hingga berbagai kalangan, mulai dari penggiat pasar modal, orang awam, hingga selebritas menaruh perhatian di kasus ini.
Dari awal 2021, harga saham Gamestop berada di kisaran 17 dolar per lot setelah sebelumnya sempat menyentuh 5 dolar saja pada 2020. Justru, pada 27 Januari, harga sahamnya meroket sampai 357 dolar. Nilai saham yang meroket juga mendorong valuasi perusahaan menjadi 10 miliar dolar.
Dilansir CNBC, peningkatan yang fantastis ini sempat membuat gaduh pasar modal sehingga beberapa broker saham seperti Robinhood menutup akses pembelian saham GameStop (GME) dan beberapa saham yang mengalami anomali seperti AMC, Blackberry, dan Nokia.
Penutupan ini memang sempat membuat saham GME menurun 44% menjadi 193,6 dolar. Namun, gelombang kemarahan besar-besaran dari investor retail membuat Robinhood kembali membuka bursa. Hasilnya, saham GME pun kembali melonjak. Pada Jumat (29/1), nilainya naik hingga 68% dengan nilai maksimal pada 413,98 dolar.
Para pembeli saham tersebut mengaku bisa berpartisipasi dengan mudah lantaran mendapat stimulus pajak dari Amerika Serikat sebesar 600 dolar tahun ini. Bayangkan saja, angka lonjakan tinggi hingga 800% dari keuntungan saham yang mereka tanam. Yap, mereka yang menginvestasikan uang tersebut akhirnya bisa meraup potensi keuntungan hingga 3.000 dolar. Fantastis, bukan?
“Serangan” yang Terencana
Normalnya, peningkatan harga saham dipicu oleh meningkatnya kepercayaan para investor akan sebuah brand. Selain itu, tren juga menjadi salah satu pemicu yang mendorong investor ikut-ikutan membeli suatu saham yang sedang trending.
Namun, ada juga kasus peningkatan nilai saham yang dipicu karena rekayasa oleh pelaku pasar untuk kepentingan tertentu. Bisa untuk meningkatkan keuntungan, atau juga bisa untuk membalaskan “dendam” para investor kelas teri kepada investor kelas kakap alias bandar. Pada kasus GameStop, semua alasan di atas sama-sama bisa menjadi pemicu dari lonjakan nilai saham.
Kenaikan harga saham GME bisa dibilang merupakan sebuah stunt yang dilakukan oleh komunitas di Reddit. Yap, mereka yang doyan mengunjungi Reddit untuk meme ternyata punya rasa penasaran untuk berinvestasi di GameStop.
Semua bermula dari forum R/WallStreetBets yang selalu berdiskusi tentang harga saham di pasaran. Para anggota forum biasanya hanya mendebatkan fluktuasi saham dengan menggunakan meme. Belum jelas siapa yang memulai ide untuk melakukan hal tersebut, tapi, mereka merencanakan membeli saham GameStop sebanyak mungkin pada 27 Januari secara berbarengan.
Gamestonk!! https://t.co/RZtkDzAewJ
— Elon Musk (@elonmusk) January 26, 2021
Endorsement dari selebritas sekelas Elon Musk dan sejumlah public figure lainnya juga ditengarai menjadi pemicu. Sang bos besar Tesla dan SpaceX ini menyisipkan tautan Reddit forum R/WallStreetBets dengan komentar “Gamestonk!!” dalam cuitannya. Musk juga dikenal sebagai “orang suci” di kalangan redditor sehingga cuitannya tentu bakal berpengaruh besar.
Selain itu, aktor dan komedian Trevor Noah yang bahkan membintangi video parodi adegan berendam dari Margot Robbie untuk menjelaskan fenomena tersebut. Atlet olahraga seperti Dwyane Wade pun turut berkomentar dan menjelaskan fenomena secara gamblang pada postingan Stories-nya.
Margot Robbie wasn't available to explain this GameStop situation in a bathtub, so this is the best we could do. pic.twitter.com/Mw1dabmIzQ
— The Daily Show (@TheDailyShow) January 28, 2021
Kasus ini turut menarik perhatian Giring Ganesha, seorang selebritas ternama di Indonesia yang juga merupakan pelaku pasar modal. Menurutnya, kasus saham GameStop ini bisa diibaratkan seperti gamer RPG yang sedang boss raid atau dungeon raid.
“(Kasus GameStop) rasanya kayak lagi main World of Warcraft, terus gamer kompak buat boss atau dungeon raid. Mungkin para investor retail di luar sana merasa bahwa mereka punya satu tujuan yang bikin mereka harus kompak untuk membeli saham GME,” jelas Giring kepada KINCIR.
Secara langsung, komentar para public figure ini akan berpengaruh pada rasa penasaran publik, khususnya investor retail yang sedang menjamur, untuk membeli saham GME demi meraih keuntungan. Hasilnya pun sudah bisa ditebak. Saham GME melonjak drastis dalam kurun waktu yang sangat singkat.
Meski begitu, meningkatnya saham GME juga tidak bisa dibilang murni sebagai “serangan” terencana atau tren ikut-ikutan saja. Meski sedang terseok-seok, GameStop sebenarnya sedang berbenah.
Di awal 2021, GameStop dikabarkan melakukan perombakan manajemen. Ryan Cohen, mantan CEO Chewy, sebuah e-commerce menjanjikan di Amerika Serikat, masuk sebagai jajaran direksi. Cohen juga sebelumnya telah menanam saham yang cukup besar di GameStop. Hal ini pun memunculkan spekulasi bahwa GameStop akan melakukan perubahan yang mengarah ke tren yang positif.
Sementara itu, Mohammed El-Erian dari perusahaan asuransi dan bisnis Allianz menuturkan bahwa kasus ini merupakan manipulasi saham atas tujuan tertentu. Kalau di Indonesia, kasus-kasus anomali saham ini biasanya disebut sebagai "goreng saham".
"Ada semacam bentuk manipulasi di sana (pasar saham) yang sangat bermasalah. Kasus ini merupakan tanda masalah yang besar tentang investasi hedge fund bernilai jutaan dolar di Amerika Serikat," ujarnya seperti dikutip CNBC.
Bandar Rugi Triliunan Rupiah
Sebelumnya sudah disinggung mengenai aksi “goreng saham” yang bertujuan untuk menjatuhkan bandar alias investor hedge fund. Dalam kasus saham GameStop, hal tersebut juga dianggap menjadi pemicu utama.
Di dunia saham, hedge fund menjadi musuh utama bagi investor retail alias kelas teri. Sebab, para bandar yang biasanya berasal dari kalangan menengah ke atas punya kemampuan (baca: modal) untuk membeli saham dalam jumlah banyak, biasanya dalam bentuk short selling.
Short selling atau jual kosong dalam dunia pasar modal merupakan upaya yang dilakukan investor untuk meminjam saham yang belum dimiliki dari broker. Hal ini dilakukan akan harapan bahwa saham yang dibeli tersebut akan turun nilainya, lalu dijual kembali saat harganya naik.
Jika diilustrasikan, misalnya investor “XXX” ingin menjual saham GME dengan nilai Rp100. Namun, “XXX” belum punya saham GME sehingga dia harus meminjamnya dari broker dalam jumlah besar. Aksi ini dipicu spekulasi dari “XXX” bahwa nilai saham GME akan terus turun, misalkan ke angka Rp50, saat pasar saham turun.
Anggap saja spekulasi “XXX” terbukti dan nilai saham GME turun jadi Rp50 beberapa waktu kemudian. Di momen inilah “XXX” kembali membeli saham GME dengan nilai Rp50 untuk kemudian dikembalikan kepada broker. Artinya, “XXX” untung Rp50 berkat aksi peminjaman alias short selling tersebut.
Sebaliknya, “XXX” akan rugi bandar jika saham GME ternyata meroket. Anggap saja saham GME harganya meningkat jadi Rp1000. Artinya, “XXX” harus membeli saham tersebut untuk mengembalikannya kepada broker, sehingga “XXX” merugi sebesar Rp900.
Biasanya, investor hedge fund mengincar saham bernilai rendah yang biasanya dialami perusahaan yang merosot seperti GameStop. Dalam kasus ini, dua investor hedge fund yang terjun ke praktik ini adalah Melvin Capital dan Citron.
Hasilnya, para agensi bandar di Amerika Serikat ini pun jadi menggelontorkan banyak taruhan yang meleset untuk kejatuhan GameStop. Dilaporkan CNBC, Melvin Capital dan Citron rugi sampai Rp339 triliun.
Aksi “Robin Hood” Menggulingkan Tirani Bandar
Upaya short selling inilah yang biasanya bikin investor retail ini “dendam” sama bandar. Sebab, para bandar ini dianggap menikmati keuntungan di atas penderitaan perusahaan-perusahaan yang sedang tertatih-tatih.
Selain itu, para investor retail juga merasa dirugikan. Sebab, para bandar yang short selling tersebut jika diibaratkan mengambil “jatah” para investor retail. Apalagi, investor retail biasanya berinvestasi besar-besaran meski modalnya sangat kecil.
Makanya, rugi yang mereka dialami investor retail akan terasa lebih menyakitkan ketimbang bandar yang modalnya besar. Sebaliknya, para bandar tentu punya miliaran dolar Amerika yang mereka sirkulasikan, berbeda dengan para gamer yang menggunakan uang tabungan mereka untuk beli game sementara untuk bisa “jajan saham”.
Enggak mengherankan, para pengguna Reddit r/WallStreetBets yang merupakan sekumpulan investor retail, menjadikan stunt ini sebagai pembuktian mereka untuk menggulingkan orang-orang kaya yang “zalim” dalam bermain saham. Jika diibaratkan, mereka layaknya Robin Hood yang berhasil menggulingkan penguasa tiran.
Dilansir CNBC, aksi "Robin Hood" ini dimulai oleh redditor dengan akun bernama u/DeepF*ckingValue' (DFV) yang membeli saham GME sekitar 800 ribu dolar (sekitar Rp11,3 miliar). Redditor lain kemudian mengikuti jejak DFV dengan membeli saham yang sama sehingga nilainya naik dari 17 dolar menjadi 31 dolar.
Kenaikan nilai saham GME ini bikin bandar seperti Citron kebakaran jenggot. Bahkan, mereka seperti mendeklarasikan "perang" dengan merilis video di Twitter yang berisikan prediksi saham GME akan turun terus anjlok.
Bagai gayung bersambut, deklarasi "perang" dari Citron tersebut langsung dibalas oleh para investor retail untuk terus memborong saham GME. Mereka marah sekaligus terancam karena para bandar ini tentu akan terus menyuntikkan modal demi menutup kerugian. Benar saja, Melvin Capital yang juga "bermain" saham GME mendapat dana talangan sebesar 2,75 miliar dolar dari hedge fund lain.
Para investor retail merasa bahwa mereka tentu akan merugi jika "kalah" dalam perang ini. Sebab, mereka takkan mendapat dana talangan seperti yang didapat oleh para bandar. Makanya, mereka kembali memborong saham GME hingga nilainya mencapai ratusan dolar. Cuitan Elon Musk yang mendukung para investor retail pun seakan menjadi paku peti mati bagi Melvin Capital dan Citron yang telah merugi hingga triliunan rupiah.
Bagaimana Pengaruhnya Terhadap Industri Video Game?
Mencuatnya GameStop di dunia maya awalnya mungkin membuat kalian berpikir bahwa kasus ini ada hubungannya dengan industri video game. Namun, jika kita melihat dan menimbang fakta-fakta yang sudah dipaparkan di atas, kasus ini bisa dibilang tidak ada kaitannya terhadap industri video game.
Kasus ini akan terus dilihat dari sisi ekonominya. Sebab, pemicunya tak lain adalah permainan saham yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk tujuan tertentu. Dalam hal ini, para investor retail yang bersekongkol di forum Reddit, entah karena ingin menjadi “Robin Hood” atau murni untuk meraup keuntungan, menjadi subjek utama.
Faktanya, GameStop sebagai perusahaan yang bergerak di dunia video game, murni hanya menjadi objek. Lagipula, secara bisnis, GameStop lebih diketahui sebagai perusahaan yang bergerak dalam bisnis retail, bukan developer atau publisher yang secara langsung bergerak di industri video game.
Giring pun juga berpendapat hal yang sama. Menurut sosok yang juga merupakan seorang gamer hardcore tersebut, GameStop akan dilihat dari sisi retail-nya, bukan industri game secara keseluruhan.
“GameStop ibaratnya kayak toko atau apotek, tempat orang beli barang atau obat-obatan. (GameStop) ini ya jadi tempat jualan game dan periferalnya, jadi enggak ada kaitan atau pengaruhnya sama industri video game,” ungkap sosok yang juga gemar bermain Overwatch tersebut.
Harus diakui, pandemi COVID-19 yang telah berlangsung lebih dari satu tahun ini memang membuat semuanya jadi lebih sulit, termasuk bagi pelaku industri video game. Produksi konsol dan game sempat terhambat. Dari segi kompetitif, turnamen-turnamen esports juga harus mengalami penundaan hingga pembatalan.
Namun, secara penjualan dan antusiasme gamer, industri ini justru tetap berada di tren positif. Dikutip The Verge, laporan dari NPD Group menyebutkan total penjualan hardware, software, dan aksesoris game mampu mencapai angka 6,6 miliar dolar per Juli 2020. Angka tersebut meningkat 19% dari tahun sebelumnya dan jadi yang tertinggi setelah 2010.
Artinya, kita tidak bisa menyamakan begitu saja industri video game dengan bisnis retail. Sebab, industri video game tetap survive dan bahkan meningkat trennya meski bisnis retail sedang terseok-seok. Jika harus disimpulkan, kasus ini akan terus dilihat sebagai fenomena di bidang pasar modal tanpa ada kaitan langsung dengan industri game.
***
Harus diakui, viralnya kasus saham GameStop berhasil mencuri perhatian semua kalangan, termasuk kita sebagai gamer. Namun, fakta dan penjelasan di atas jelas menunjukkan bahwa kasus ini lebih dikategorikan sebagai anomali di dunia pasar modal, bukan industri video game secara keseluruhan.
Meski begitu, ada kemungkinan juga bahwa kasus ini bisa dilihat dari sudut pandang seorang gamer. Nama GameStop yang mencuat secara tak langsung membuktikan bahwa industri video game di dunia terus berkembang, bahkan di tengah pandemi COVID-19.
Menurut kalian sendiri, bagaimana dengan kontroversi ini? Jangan sungkan untuk berikan kesan kalian di kolom komentar bawah, ya! Terus ikutin juga berita game serta tulisan menarik lainnya hanya di KINCIR.
Penulis: Ditya Nurhakiki
Editor: Tanri Raafani Haidi