*(SPOILER ALERT) Artikel ini sedikit mengandung bocoran film Wrath of Man yang mungkin mengganggu buat kalian yang belum nonton.
“You started by saying you’d do anything. But what i’m hearing is you think you’ve done everything.”
Balas dendam adalah bensin yang memotivasi manusia untuk bertindak. Bisa karena direndahkan, dihina, dipermalukan, disakiti atau dilecehkan. Balas dendam jugalah yang memotivasi Harry Hill atau H (Jason Statham) untuk menuntut balas pada orang-orang yang bertanggung jawab atas kematian anaknya.
Premis inilah yang coba disampaikan dalam Wrath of Man, sebuah remake dari film Prancis berjudul Le Convoyeur atau Cash Truck (2004). Guy Ritchie selaku sutradara dan penulis skenario membawa kembali sang aktor yang melakukan debutnya di Lock, Stock and Two Smoking Barrels (1998), yang kebetulan juga merupakan debut film panjang sang sutradara.
Ritchie bermain aman dengan mengikuti pakem cerita orisinilnya, tentunya dengan beberapa penyesuaian. Mengisahkan H, seorang pria yang bekerja sebagai penjaga keamanan truk lapis baja yang bertanggung jawab memindahkan uang tunai jutaan dolar setiap minggu. H mengejutkan rekan kerjanya, Bullet (Holt McCallany) dan Sweat Dave (Josh Hartnett), ketika berhasil mencegah sebuah aksi pencurian dengan memperlihatkan aksi dan keterampilan yang sangat tinggi. Di balik itu semua, H memiliki motif tersembunyi untuk membalas dendam.
Film ini dibagi dalam beberapa chapter dengan alur maju-mundur dimana salah satu adalah memutar ulang adegan penting yang menjadi sentral cerita dan motif sang pemeran utama untuk balas dendam. Sayangnya, kita tak akan melihat ciri khas Guy Ritchie seperti adegan super slow motion, editing cepat, atau perpindahan frame to frame yang smooth, sedikit mengecewakan.
Ciri khas lain yang hilang, tentu saja tak ada aksi dari Jason Statham yang sudah kita kenal sebagai aktor laga ternama, mulai dari Trilogi The Transporter, seri The Expendables, hingga seri Fast & Furious. Setidaknya masih ada adegan tembak-menembak yang sesuai akar Guy Ritchie sebagai pembesut film bertema gangster.
Jason Statham sebagai bintang utama berperan cukup baik, meski seperti kita tahu hampir semua karakter yang diperankan (di film lainnya) baik ekspresi hingga gaya bicaranya nyaris serupa, sementara jajaran cast lainnya seperti tempelan. Hanya Scott Eastwood yang cukup mencuri atensi, Eddie Marsan tak ada bedanya, dan Josh Hartnett bermain amat buruk. Tambahan, ada beberapa karakter useless yang sebenarnya cukup potensial bila dikembangkan lebih jauh.
Wrath of Man hanya mampu bertahan sampai pertengahan film, di mana puncaknya satu per satu misteri mulai terungkap. Sayangnya, menjelang akhir film ini jadi berantakan dengan ending yang biasa banget. Hampir tak ada kejutan berarti karena penonton pasti bisa menebaknya dengan mudah.
Jalan ceritanya yang lambat ternyata tak mampu membangun klimaks hingga berakhir jadi membosankan. Mungkin karena mengikuti cerita orisinalnya, sehingga Ritchie tidak bisa bermain-main dengan twist menarik.
Akhir kata, Wrath of Man hanyalah film laga dengan tema balas dendam yang sudah pasaran (kalau tak mau disebut basi). Film ini adalah pembuka summer blockbuster yang diharapkan dapat menggairahkan kembali industri perfilman di tengah pandemi Covid-19. Sebuah film untuk menghabiskan akhir pekan sambil menikmati popcorn, meski sejatinya ini bukanlah popcorn movie. Wrath of Man bisa disaksikan di bioskop mulai 5 Mei 2021. Happy watching!
*Tulisan ini merupakan kiriman dari komunitas KINCIR bernama Deny Oey @kohminisme (IG)/ @deNocz (Twitter).