Badan Kesehatan Dunia di bawah naungan PBB, atau yang lebih dikenal dengan WHO (World Health Organization), punya kabar buruk buat gamers di seluruh dunia. Rencananya, mulai tahun depan WHO bakal menjadikan kecanduan video game sebagai kelainan mental. Jika WHO benar-benar merealisasikan rencananya, kecanduan video game bakal berada di tempat yang sama dengan kelainan jiwa lainnya, seperti kecanduan narkotika, atau judi.
Rencana ini masuk dalam susunan draf The International Classification of Diseases (ICD) ke-11 yang dirilis beberapa hari lalu. ICD merupakan panduan standar diagnostik milik WHO yang digunakan untuk menentukan atau mengkategorikan sebuah penyakit. Dalam draf yang masih tahap beta tersebut, WHO menjelaskan kecanduan video game, yang disebut WHO sebagai “Gaming Disorder”, dalam tiga karakteristik
Menurut WHO, seseorang bisa dibilang menderita Gaming Disorder jika bermain video game, baik online maupun offline, jika mereka enggak bisa mengendalikan hobinya bermain game. Kecanduan video game juga termasuk bagi seseorang yang memprioritaskan bermain game dibanding urusan pribadi, sosial, pendidikan, pekerjaan, dan berbagai bidang penting lainnya.
Selain itu, seseorang bisa dianggap mengidap kelainan ini jika mereka tahu konsekuensi negatif bermain video game, tapi tetap melakukannya secara berulang-ulang.
Penjelasan ribet yang dipaparkan WHO ini bisa diartikan dalam bahasa sederhana: Kalau lo bermain game secara kasual dan hanya bermain tiap akhir pekan, lo dianggap enggak mengidap Gaming Disorders. Sebaliknya, di mata WHO, lo termasuk pengidap kelainan jiwa ini jika lo rela melototi monitor selama berjam-jam demi bermain video game dan tetap bangun semalam suntuk hanya untuk bermain game.
Pengkategorian Gaming Disorder ini sendiri mengundang perdebatan panas. Masih banyak pihak, khususnya dari bidang psikologi, yang menganggap draf WHO tersebut harus dikaji ulang.
Salah satu akademisi yang mengkritik rencana WHO ini adalah Chris Ferguson, professor psikologi dari Universitas Stetson, Florida. Menurut Ferguson, yang penelitiannya mengkaji efek buruk video game dan media sejenis lainnya, draf Gaming Disorder yang dicanangkan WHO "hanya mewakili sebagian orang di seluruh dunia".
Menurutnya, setiap orang punya tujuan yang berbeda saat bermain video game. Misalnya, seperti bermain video game untuk menghilangkan stres. Selain itu, kata kecanduan bisa diterapkan untuk berbagai hal, misalnya, seperti menggunakan smartphone atau media sosial. Makanya, Ferguson heran kenapa cuma video game yang jadi kambing hitam.
Nah, menurut lo sendiri, patutkah bermain video game secara berlebihan disebut sebagai kelainan mental?