*(SPOILER ALERT) Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang semoga saja enggak mengganggu buat kalian, ya.
Beberapa pekan terakhir, bioskop memang didominasi Avengers: Endgame. Namun, bukan berarti kita enggak bakal menemukan hiburan seru lainnya di layar lebar. Di antara segelintir film yang berani menantang Avengers: Endgame untuk tayang, dari ranah Hollywood ada Long Shot yang, di luar dugaan, bisa jadi pilihan.
Di tengah hype film Endgame, Long Shot berani hadir dengan warna yang benar-benar berbeda. Film garapan Jonathan Levine ini mengusung genre komedi-romantis lewat dua karakter berbeda status sosial yang diperankan oleh Seth Rogen dan Charlize Theron.
Yap, setelah perasaan kalian dibuat berkecamuk lewat Endgame, saatnya mengobati duka lara dengan Long Shot. Kalau mau tahu lebih lanjut seperti apa keseruan filmnya, simak ulasan di bawah ini!
Cinta Bukan Cuma Cocok-cocokan
Film ini menyajikan kisah cinta yang berfokus pada dua karakter yang penuh kontradiksi. Pertama, ada Fred Flarsky (Seth Rogen) yang dikisahkan sebagai seorang jurnalis dengan ideologi tinggi dan keras kepala. Sejak awal ditampilkan, karakter ini bakal bikin kalian gemas dengan tindakan dan ucapannya yang blak-blakan.
Flarsky bertemu kembali dengan seseorang yang dia taksir di masa kecilnya, Charlotte Field (Charlize Theron), menteri luar negeri yang dulu menjadi pengasuh Flarsky. Dikisahkan, Field sedang dicalonkan oleh Presiden Chambers (Bob Odenkirk) untuk menggantikan dirinya. Menjalani kampanye, Field mengontrak Flarsky untuk menuliskan naskah pidato. Dari sinilah keduanya kembali menjalani relasi.
Perbedaan karakter keduanya digambarkan dengan begitu gamblang. Field dengan penampilan elegan dan menjaga reputasi, sedangkan Flarsky urakan dan tak tahu malu. Bahkan, mereka memiliki perbedaan dalam pola pikir. Sebagai seseorang yang terbiasa berdiplomasi, Field mampu bernegosiasi dengan tenang. Lain hal dengan Flarsky yang mudah panik, tapi ogah memahami situasi.
Perbedaan mendasar dua karakter ini membuat kisah romantika jadi terlihat dinamis. Keduanya memang sering cekcok dan pada akhirnya berhadapan dengan konflik yang mengancam hubungan mereka. Namun, Flarsky dan Field bisa membuktikan bahwa cinta bukanlah soal cocok-cocokan, melainkan soal perjuangan.
Chemistry Apik Dua Bintang Utama
Nama Seth Rogen memang sudah malang melintang dalam industri film komedi. Long Shot pun bukan rom-com pertama bagi komedian berdarah Kanada-Amerika ini. Dia juga pernah berkolaborasi dengan Levine dalam film 50/50 (2011) dan The Night Before (2015). Lewat suara berat dan tawanya yang khas, Rogen berhasil menampilkan gaya Flarsky yang blak-blakan dan keras kepala.
Sementara itu, kiprah Charlize Theron sebagai seorang aktris memang enggak perlu diragukan. Sudah berbagai peran dan genre dia lakoni, mulai dari pembunuh berantai, mata-mata, hingga ratu yang jahat. Long Shot seakan kembali menegaskan bahwa aktris kelahiran Afrika Selatan ini memang sosok yang serbabisa.
Rogen dan Theron mampu membawakan karakter mereka dengan baik. Kita bisa merasa kesal dengan Flarsky, tapi juga simpati di saat yang bersamaan. Begitu pula ketika melihat Field, kita akan menganggap betapa dinginnya wanita ini, tapi juga bisa merasakan kehangatannya.
Keduanya mampu menghasilkan chemistry yang begitu dinamis. Flarsky dan Field bukanlah tipikal pasangan dalam genre rom-com pada umumnya. Namun, kolaborasi Rogen dan Theron berhasil menunjukkan keunikan tersendiri yang jadi daya tarik film ini.
Kritik Politik dalam Balutan Komedi Cerdas
Mengingat latar belakang dua tokoh utama adalah seorang jurnalis dan politisi, tentu kita bisa menilai bahwa Long Shot bukanlah rom-com drama kantoran atau kisah anak muda jelang puber. Meski kita dibuat terpingkal-pingkal lewat berbagai kekonyolan, film ini juga menghadirkan berbagai kritik politik.
Misalnya saja karakter Presiden Chambers, Presiden Amerika Serikat yang begitu narsis dan berambisi menjadi bintang film. Melihat sosok Flarsky yang bisa nekat saat menjalani pekerjaannya, tentu kita akan gemas saat mengetahui pejabat negara yang hanya fokus pada kepentingan pribadinya.
Karakter ini jugalah yang membuat Field merasa terombang-ambing. Awalnya, Field begitu menaruh respek pada Presiden Chambers yang mendukung semangat peduli lingkungannya. Namun, dia jugalah yang meminta Field untuk menghapus sebagian rencana undang-undang lingkungan yang telah disusun karena seorang pengusaha tamak mendesaknya.
Ada pula karakter bernama Lance (O’Shea Jackson Jr.) yang menjadi sahabat Flarsky. Sejak awal hingga akhir kisah, Lance selalu mendukung Flarsky. Dia tidak pernah berhenti memotivasi Flarsky untuk bersikap lebih baik. Flarsky pun percaya kepadanya sampai suatu saat dia mengetahui bahwa pilihan politik dan keyakinan yang mereka anut ternyata berbeda.
Tidak hanya dari Field, dari Lance pun Flarsky kemudian belajar bahwa dia harus memahami orang lain, apa pun latar belakangnya. Nyatanya, perbedaan apa pun yang mereka miliki, Lance adalah sosok sahabat yang terbukti tak pernah lelah menghadapi Flarsky yang keras kepala.
Menyiratkan Konflik Hubungan Antarmanusia
Film ini memang mengusung percintaan dua insan yang diliputi begitu banyak perbedaan. Namun, pesan yang disampaikan bukanlah sekadar hubungan percintaan. Lebih jauh lagi, yaitu hubungan antarmanusia.
Dari awal film dimulai, kita disajikan dengan fenomena aneh di tengah masyarakat lewat adegan Flarsky menginvestigasi sebuah komunitas Neo-Nazi yang pro terhadap supremasi masyarakat kulit putih. Adegan ini menggambarkan fenomena fanatisme sebagian masyarakat Amerika yang modern namun masih menganut ideologi yang menganggap satu golongan lebih superior dibanding golongan lainnya di era globalisasi.
Sementara itu, Presiden Chambers menjadi contoh tidak langsung dari kontrak politik yang menyita karier hidup seorang politisi. Karakter ini menggambarkan politisi yang mendapat sokongan dari pengusaha kaya untuk melestarikan kekuasaannya dan harus menjalankan kontrak politik yang mengekang kebebasan.
Lance terbilang unik, dia adalah penganut Nasrani dan pendukung Partai Republik. Kalung salib yang dikenakannya adalah bukti bahwa dirinya adalah seorang yang religius, bukan sekedar atribut yang dipakai masyarakat kulit hitam seperti anggapan Flarsky.
Meski menyinggung Amerika Serikat, konflik sosial yang ditampilkan dalam Long Shot terasa berdekatan dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Begitu banyak konflik sosial yang terjadi sebagai akibat perbedaan pilihan politik dan keyakinan, baik di dunia maya maupun dunia nyata.
***
Sebagai sebuah tontonan bergenre komedi-romantis, Long Shot bisa jadi penyegar yang pas setelah perasaan kalian berkecamuk menyaksikan Avengers: Endgame. Film ini sudah tayang di bioskop sejak 3 Mei 2019. Pastikan kalian enggak mengajak adik-adik kalian yang masih di bawah umur untuk nonton karena film ini mengandung konten dewasa.
Kalau sudah nonton, jangan enggan kasih pendapat dan penilaian kalian di kolom ulasan pada bagian atas artikel ini, ya!