Spoiler Alert: Review film Bila Esok Ibu Tiada (2024) mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum nonton.
Bagaimana jika keluarga yang seharusnya menjadi tempat berlindung justru menjadi medan konflik? Inilah yang menjadi inti dari film Bila Esok Ibu Tiada, sebuah drama keluarga yang menggugah emosi dan penuh refleksi tentang ikatan darah, kehilangan, dan harapan yang tak kunjung sirna. Film ini tidak hanya mengisahkan perjuangan seorang ibu, tetapi juga menyoroti bagaimana kehidupan anak-anaknya berubah setelah kepergian sang ayah.
Cerita berawal dari kematian Haryo (Slamet Rahardjo), kepala keluarga dan suami Rahmi (Christine Hakim). Kepergian Haryo meninggalkan duka mendalam bagi Rahmi, yang juga harus menghadapinya dengan empat anak yang kini tanpa ayah: Ranika (Adinia Wirasti), Rangga (Fedi Nuril), Rania (Amanda Manopo), dan Hening (Yasmin Napper).
Kepergian Haryo mengubah dinamika keluarga tersebut. Ranika, sebagai anak sulung, harus menjadi tulang punggung keluarga. Tanggung jawab ini membuatnya menjadi sosok yang otoriter dan terlalu mengatur adik-adiknya, yang akhirnya menyebabkan hubungan antar saudara menjadi renggang.
Review film Bila Esok Ibu Tiada (2024)
Konflik sentral dalam keluarga yang relevan dengan hari ini
Bila Esok Ibu Tiada berhasil menyentuh emosi penonton berkat cara sutradara Rudi Soedjarwo meramu konflik keluarga yang terasa sangat relevan dengan kehidupan saat ini. Di tangan Rudi Soedjarwo, naskah karya Oka Aurora disulap jadi membumi. Konflik-konflik tersebut sangat dekat dengan realitas banyak keluarga zaman sekarang, di mana perbedaan pendapat dan harapan sering memicu ketegangan.
Bisa dikatakan kalau konflik antara anak sulung, dua anak tengah, dan anak bungsu jadi benang merah dalam film ini. Ranika (Adinia Wirasti), sebagai anak sulung, terpaksa menjadi tulang punggung keluarga setelah kepergian ayahnya. Tanggung jawab besar ini membuatnya menjadi sosok yang otoriter dan sering kali memaksakan kehendaknya terhadap adik-adiknya. Hal ini menyebabkan ketegangan dengan Rangga (Fedi Nuril), sang anak tengah, yang lebih santai dan enggan mencari pekerjaan, serta merasa diremehkan oleh kakaknya. Di sisi lain, Rania (Amanda Manopo) dan Hening (Yasmin Napper) menambah dinamika dengan perjuangan mereka untuk menemukan tempat di tengah keluarga yang tengah rapuh.
Kombinasi kekuatan Rudi Soedjarwo meramu konflik dengan aktor yang pintar memainkan emosi
Rudi Soedjarwo, yang sebelumnya dikenal lewat film seperti Ada Apa dengan Cinta? (2002) dan Sayap-Sayap Patah (2022), berhasil menggambarkan karakter-karakter dengan kedalaman emosional yang membuat penonton bisa sangat menghubungkan diri dengan cerita. Christine Hakim dan Slamet Rahardjo adalah dua legenda yang enggak sulit melahap karakter mereka.
Kehadiran pemain lain seperti Adinia Wirasti, Fedi Nuril, Amanda Manopo, dan Yasmin Napper menjadi cermin untuk para penonton Bila Esok Ibu Tiada. Keempatnya saling berhadap-hadapan dengan cara yang memperburuk situasi, masing-masing merasa tidak dipahami atau dihargai, sehingga hubungan antara mereka juga jadi serba mentok.
Konflik ini menggambarkan bagaimana peran dalam keluarga sering kali dipengaruhi oleh posisi masing-masing anak. Dinamika pun jadi menggugah. Masing-masing mengungkapkan ketidakpastian, ketegaran, serta kerentanan lewat cara mereka mempertahankan diri. Inilah yang akhirnya bikin kita bercermin. Apakah kita di posisi Ranika, Rangga, Rania, atau Hening.
***
Ada satu hal menarik yang saya perhatikan ketika terhanyut dalam Bila Esok Ibu Tiada. Yap, penggunaan lagu Setengah Mati oleh Ghea Indrawati, yang sempat viral di TikTok. Tentu, pemilihan lagu ini memberikan dampak emosional yang mendalam dalam jalannya cerita film Bila Esok Ibu Tiada.
Bila Esok Ibu Tiada tidak hanya menawarkan kisah tentang keluarga, tetapi juga menyentuh isu-isu sosial yang lebih luas, membuatnya terasa sangat relevan dan pasti bakal digemari penonton. Apakah kamu jadi salah satu penonton yang ikut emosional dan larut dalam cerita Bila Esok Ibu Tiada?