Setelah hampir dua dekade sejak Gladiator pertama kali menggebrak layar lebar, Gladiator II hadir sebagai kelanjutan dari kisah epik yang mengangkat perlawanan di arena gladiator. Dengan sutradara Ridley Scott kembali di belakang kamera, film ini membawa penonton pada kisah baru yang penuh intrik dan perjuangan.
Film ini menyorot kisah Lucius, yang terinspirasi oleh sosok Maximus untuk berjuang melawan tirani. Gladiator II mencoba menyeimbangkan nostalgia dengan elemen-elemen baru sebagai sebuah usaha yang menghidupkan kembali semangat perlawanan di kuil Koloseum.
Menghadirkan dua bintang besar, Pedro Pascal dan Denzel Washington, Gladiator II menjadi lebih berwarna dan mendalam. Kedua aktor ini tak hanya mengisi layar, tetapi juga memberikan karakter mereka sebuah karisma yang membuat cerita lebih dinamis. Dengan plot yang familiar namun penuh dengan aksi intens, Gladiator II menawarkan petualangan yang memperkaya dunia Romawi yang penuh drama dan kekejaman.
Review film Gladiator II (2024)
Sinopsis Gladiator II (2024)
Dalam pencariannya akan keadilan dan kebebasan, Lucius tergerak untuk mengikuti kehidupan brutal sebagai gladiator. Didorong oleh kenangan tentang keberanian Maximus, dia mulai berlatih di arena, bertekad untuk membebaskan Roma dari tirani. Di sampingnya, ada sekutu—mantan gladiator dan orang-orang yang sama-sama membenci pemerintahan yang menindas. Kebangkitannya di arena mencerminkan perjalanan Maximus, membangkitkan kembali semangat perlawanan yang pernah mengguncang kekaisaran.
Seiring tumbuhnya Lucius menjadi seorang petarung yang tangguh, dia menghadapi tantangan yang menguji kesetiaan, keberanian, dan identitasnya. Pengkhianatan dan intrik politik terungkap ketika dia semakin dekat untuk menuntut kehormatan bagi keluarganya. Lucius dipaksa menghadapi iblis dalam dirinya, bayangan Maximus, dan tuntutan brutal arena. Dengan setiap pertarungan, ia semakin dekat untuk membalas dendam masa lalu dan mengamankan kebebasan bagi Roma.
Membawa semangat yang sama seperti pendahulunya
Untuk bisa menikmati Gladiator II rasanya kamu enggak perlu menonton film sebelumnya. Hype film sebelumnya sangat dipertahankan oleh Ridley Scott dengan memasukkan banyak elemen era Maximus. Rome liberation yang diusung oleh Maximus ternyata masih jadi premis utama untuk mengembalikan dream of Rome yang telah hilang semenjak kematiannya.
Peran besar Lucius seperti menggenapkan ramalan bahwa Roma akan kembali kepada rakyat setelah pemberontakan dari para gladiator. Pasca era Maximus, diceritakan bahwa Roma kembali dipimpin oleh tirani kembar, yaitu Geta dan Caracalla.
Sejatinya, si kembar ini enggak tirani banget, tapi lebih ke anak-anak yang terlalu dini untuk memimpin sebuah negara. Ya, jadi seenak jidat saja. Tapi enggak diperlihatkan seberapa tiraninya mereka sampai harus digulingkan. Kita tidak diperlihatkan kekejian Geta atau Caracalla yang tega membunuh rakyat biasa karena enggak bayar pajak, atau banyak rakyat kelaparan di Roma karena dikorupsi oleh para petingginya.
Penggambaran bentuk tirani dalam film Gladiator II hanya dinarasikan di awal. Tidak punya wujud adegan yang bikin penonton terbawa sakit hati oleh si kaisar kembar.
Tapi, kita bisa lihat “kegerahan” dari para gladiator yang diadu sembarangan. Soalnya, Geta dan Caracalla sangat antusias dengan adegan gore. Setiap melihat darah yang tumpah dari pertarungan, mereka kegirangan. That’s it.
Gladiator memang bukan title terhormat di Roma. Mereka juga budak yang jadi bahan taruhan orang-orang penting di sana. Tidak ada glorifikasi untuk seorang gladiator yang jadi poros utama cerita ini. Untung sosok Maximus masih di bawa karena ceritanya punya potensi hampa.
Pedro Pascal memberikan hype yang tinggi, tapi Denzel Washington punya daya magis tersendiri
Denzel Washington yang berperan sebagai Macrinus punya beban serupa dengan Proximo pada zamannya Maximus. Bisa dibilang ia awalnya semi-mentor untuk Lucius yang dipilihnya secara khusus sebagai gladiator miliknya. Tapi di sini, Macrinus punya peran yang lebih besar. Ia berpolitik dengan kotor untuk mendapatkan posisi kaisar Roma.
Kekuatan akting Denzel di film ini terletak pada gaya elegannya. Dia bisa jadi jahat dengan elegan, berdiplomasi culas dengan elegan, sampai mengadu domba dengan cara yang elegan!
Karakter seperti ini jarang kita lihat. Biasanya bangsawan di era tersebut lebih ke angkuh tapi lemas. Namun Macrinus bukanlah seorang bangsawan; ia awalnya budak dan jadi sukses dengan bisnis jual-beli gladiator. Mulailah ia mengincar visi yang lebih besar dengan misi yang terstruktur.
Macrinus adalah antagonis yang sesungguhnya. Ia membawa banyak pesan moral dalam film ini. Macrinus menjaga kehormatannya dengan cara yang apik. Di satu sisi ia haus akan kekuasaan tapi juga terpaksa harus mengabdi dengan cara yang licik kepada si kaisar kembar.
Denzel membawa warna penting dalam film ini. Kehadirannya berhasil mengingatkan kita apa tujuan dari para gladiator berperang melawan negara. Justru, si kembar tadi hanyalah batu loncatan untuk membuatnya berdiri di puncak kekuasaan, walau sesaat. Tapi tanpa Macrinus, motivasi Lucius jadi angan kosong. Maximus tak ada di dalamnya, jika ia tidak mencoba berontak dari Macrinus.
Beralih ke aktor berikutnya yaitu Pedro Pascal sebagai Jenderal Marcus Acacius. Ia pemimpin pasukan yang manusiawi, Acacius tidak pernah melihat lawannya sebagai musuh, hanya saja ia terpaksa menjalani misi ekspansi karena perintah kaisar kembar.
Acacius perannya besar tapi sederhana, ia adalah penghantar Lucius menuju ledakan emosi untuk melawan. Kurang lebih fungsinya sama dengan Macrinus, ia membuat alasan Lucius jadi logis. Apalagi keduanya sama-sama mengidolakan sosok Maximus yang begitu berpihak pada rakyat.
Intensitas tinggi cukup terjaga sejak awal film hingga akhir
Dalam film tiga babak ini, Ridley Scott berhasil mencuri perhatian penonton pada 10 menit pertama film. Kita langsung disuguhkan dengan adegan ekspansi pasukan Roma ke Afrika Utara tempat Lucius tinggal. Serangan amfibi ini begitu menentukan intensitas film dan terjaga hingga akhir. Aksi bertebaran, tidak ada yang santai di film ini.
Belum lagi pertarungan para gladiator yang dibuat seintens mungkin, apalagi dengan keberadaan hewan buas. Kita masih ingat kalau dulu Maximus diadu dengan harimau dan sukses meningkatkan tensi film. Tapi di Gladiator II, Scott ingin membawa sesuatu yang lebih gila.
Mereka membuat Koloseum jadi akuarium raksasa yang diisi dengan hiu dan membuat Lucius bertarung dengan gladiator yang menaiki badak raksasa! Agak membingungkan, tapi cukup menarik. Meskipun kita harus sedikit melunturkan logika, tapi terlihat kalau Scott ingin membuat momen spektakuler Lucius yang dulu pernah tercipta di Maximus.
Menjelang akhir film, pertarungan gladiator dengan pasukan Roma juga hadir dengan koreografi yang menarik. Apalagi duel maut antara Lucius dan Macrinus yang jadi penentu nasib Roma di masa yang akan datang.
***
Setelah 24 tahun lamanya, Gladiator II tetap membawa semangat yang sama. Eksistensi Maximus yang dihadirkan terlampau banyak cukup membangkitkan kenangan para penikmat film terhadulunya.
Film Gladiator II sudah tayang di bioskop Indonesia per hari ini tepatnya 13 November 2024. Buat kamu yang penasaran, sebaiknya tonton. Lumayan untuk menambah referensi tontonan film aksi di tahun 2024 dan jangan lupa baca KINCIR agar kamu enggak ketinggalan review film lainnya, ya!