*Spoiler Alert: Review film Red One (2024) mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum nonton.
Kamu lagi cari film Natal yang seru dan beda dari yang lain? Kalau iya, Red One bisa jadi pilihan yang bisa kamu coba. Disutradarai oleh Jake Kasdan, film ini menggabungkan fantasi, aksi, komedi, serta sedikit sentuhan hangat untuk dinikmati bareng keluarga.
Red One adalah sebuah film Natal yang disutradarai oleh Jake Kasdan. Film ini mengisahkan Sinterklas yang diculik. Callum Drift (Dwayne Johnson), seorang kepala keamanan besar untuk Sinterklas (JK Simmons) harus bekerja sama dengan Jack O’Malley (Chris Evans), seorang peretas pro yang memberikan akses portal ke tempat Sinterklas bekerja. Padahal, O’Malley enggak tahu ia bekerja untuk seorang penyihir.
Callum memutuskan untuk pensiun setelah bertahun-tahun bekerja bersama Sinterklas, dan menganggap ini adalah Natal terakhir mereka bersama. Ketika Daftar Nakal lebih panjang daripada Daftar Baik, Callum merasa kecewa dengan manusia, terutama orang dewasa.
Di saat yang sama, Jack, yang dibayar mahal untuk meretas sistem keamanan rahasia, menemukan titik lemah di Kutub Utara, yang akhirnya memicu penculikan Sinterklas. Keadaan darurat ini membuat M.O.R.A. (Otoritas Pengawasan dan Pemulihan Mitologi) turun tangan, dengan Zoe Harlow (Lucy Liu) memimpin upaya penyelamatan.
Red One mencoba menggabungkan dua dunia dengan caranya sendiri. Ketika dunia tempat manusia tinggal dan dunia fantasi hanya sebatas portal. Tentu saja, hal ini enggak mudah. Bukan hanya soal teknis tapi soal nalar cerita. Apakah akhirnya Red One bisa mempersatukan semua hal ini jadi sebuat sajian yang menarik? Yuk, bahas bareng KINCIR.
Review film Red One (2024)
Bukan sebuah film Natal klasik, Red One bikin konsep malam Natal jadi sangat kompleks
Pada dasarnya, film Red One menghadapi tantangan dalam menyatukan semua ide cerita yang mereka bawa ke meja produksi. Tapi, enggak bisa dimungkiri kala Red One adalah film yang penuh ambisi dengan premis yang menarik—sebuah petualangan aksi Natal yang memadukan komedi, laga, dan elemen fantasi. Ketika saya menontonnya, terasa bahwa film ini memposisikan dirinya sebagai tontonan yang penuh keceriaan, dan siap mengundang pro dan kontra.
Red One menggabungkan dua bintang besar, Dwayne Johnson dan Chris Evans, dalam sebuah misi menyelamatkan Natal. Dalam film ini, keduanya berperan sebagai pasangan yang tidak terduga—Callum Drift (Johnson), kepala tim keamanan Sinterklas, dan Jack O’Malley (Evans), seorang peretas ulung. Misi mereka? Menyelamatkan Sinterklas (diperankan oleh J.K. Simmons) yang diculik
Jack O’Malley adalah seorang laki-laki apatis dengan seorang anak remaja. O’Malley tumbuh sebagai seorang yang coba membuktikan bahwa Sinterklas itu bohongan. Ia kemudian jadi seorang peretas pro yang akhirnya memberikan petunjuk tentang portal dunia manusia dengan tempat tinggal Sinterklas di Kutub Utara.
Callum Drift (Dwayne Johnson), di sisi lain, jadi sosok yang bertanggung jawab menjaga keamanan Sinterklas dan segala yang ada di Kutub Utara.
Red One memiliki banyak kisah klasik soal Natal yang diangkat. Soal Santa yang memberikan hadiah bagi si baik dan yang mempunyai list anak bandel; hingga hal detail soal kukis untuk Santa. Banyaknya esensi Natal klasik yang diangkat ini bisa jadi alasan beberapa orang terasa ‘kepenuhan’. Terutama bagi penonton yang tidak merayakannya.
Di sisi lain, hampir semua referensi Natal klasik dibahas di sini. Red One jelas mengajak kita ke dalam pemahaman soal apa dan bagaimana Sinterklas dengan cara yang unik. Bagaimana merea menyiapkan satu tahun penuh untuk sebuah malam Natal; hingga bagaimana hubungan Sinterklas dan Krampus jadi semacam love-hate bromance yang menarik.
Antara kuatnya peran Dwayne Johnson vs kharisma Chris Evans
Di tengah banyaknya rumor soal Dwayne Johnson; yang bikin kita semua berpikir kalau ini hanyalah tentang ego Dwayne; perhatian saya justru terpaku kepada Chris Evans.
Memang, Callum hanya seorang bodyguard yang kemudian menjadi tokoh utama dalam pencarian Sinterklas yang disekap. Tentu, sebagai partner, Red One menempa tokoh Jack bak partner teledor seperti kebanyakan duo di film superhero. Kendati demikian penampilan Chris Evans dan caranya membawakan tokoh Jack begitu mengagumkan
Ia melepaskan seluruh pesona Captain America yang dibangun dan menjadi daftar anak nakal tingkat 4 yang ada di bayangan kita semua. Dari situ saya tahu kalau Evans bisa melahap semua peran. Bahkan, ketika ia harus terlibat dalam kehangatan keluarga; ia memainkannya seperti seorang Callum; ayah teledor yang agak kikuk untuk menjadi ayah yang baik.
Kristofer Hivju, yang memerankan Krampus juga membawa pesona gelap yang menarik. Sebagai tokoh Krampus yang punya kuasa; ia tampil menonjol. Momen heroiknya pun dieksekusi sangat baik; tanpa meninggalkan sisinya sebagai seorang laki-laki bedebah.
Visual fantasi yang patut diacungi jempol dan enggak jomplang
Salah satu hal yang benar-benar menonjol dalam Red One adalah dunia yang dibangun oleh sutradara Jake Kasdan! Konsep dunia ganda antara dunia nyata, situasi markas. M.O.R.A, dan dunia Natal penuh sihir terasa sangat menarik
Begini, Red One menampilkan manusia yang berinteraksi dengan makhluk dalam mitologi Nordik; sementara M.O.R.A digambarkan sebagai markas dengan teknologi tinggi bak Guardian of the Galaxy. Salah satu yang menarik perhatian adalah pemilian Krampus; alih-alih Piet Hitam. Tokoh Krampus banyak dikenal di Eropa; salah satunya di Austria. Dalam budaya Nordik, tokoh ini digambarkan sebagai makluk setengah iblis dan setengah kambing. Ia jadi pemburu anak-anak nakal.
Dalam perjalanannya, Callum dan Jack menemui Krampus lewat pintu toko mainan. Ketika masuk ke dalam duniannya, saya melihat penggambaran makhluk buas dengan tampilan laiknya berbagai tokoh Nordik. Saya tidak merasakan kejomplangan visual antara manusia dan makhluk-makhluk non manusia ini.
Desain set, kostum, dan efek visual benar-benar patut dipuji—baik itu monster-monster ajaib atau set sihir yang menawan, semuanya memiliki kualitas sinematik yang tinggi. Bahkan, ada banyak elemen desain yang membawa kita ke berbagai kejutan bak Jumanji yang juga disutradarai oleh Kasdan.
Perlu diingat bahwa fantasi jadi salah satu sumber kehidupan untuk cerita Red One. Dalam fantasi, kita tidak bisa mempertanyakan soal peri yang bentuknya seperti Yoda atau penyihir perempuan tua yang tiba-tiba sebesar godzilla.
Bahkan film ini membuat Dwayne Johnson dengan segala aksi gilanya mengakui bahwa dia bukanlah manusia. “Kamu pikir (untuk semua aksi yang dilakukan) saya Manusia?”. Jokes yang mengingatkan kita soal meme Fast and Furious yang enggak manusia banget.
***
Red One menarik dengan cara yang aneh. Bila saya harus merekomendasikan film ini, sejujurnya saya tidak bisa memastikan audiens yang seperti apa. Pertama, untuk anak-anak; rasanya dunia fantasi yang penuh mitologi Nordik agak terlalu menakutkan. Bagi khalayak luas; saya pun ragu kalau penonton luas –terutama yang asing dengan cerita klasik Natal– bisa memahami ceritanya.
Bisa jadi alasan di atas yang bikin film ini agak berat dalam skor Rotten Tommatoes. Kendati demikian, untuk saya yang merayakan Natal dari kecil, film ini menyampaikan pesannya dengan baik. Sesaat saya jadi bernostalgia; mengingat bagaimana orang tua saya menjelaskan soal tokoh Sinterklas. Seru, kok!
Nah, apakah kamu jadi tertarik nonton Red One untuk film Natal 2024 ini? Kalo iya, bagaimana pendapat kamu soal review film Red One ini?