Review Film The Substance (2024)

The Substance (2024)
Genre
  • Body horror
  • Psychological Thriller
  • thriller
Actors
  • Demi Moore
  • Margaret Qualley
Director
  • Coralie Fargeat
Release Date
  • 16 November 2024
Rating
4 / 5

*Spoiler Alert: Review film The Substance (2024) mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum nonton. 

The Substance adalah film body horror yang menawarkan pengalaman menonton unik dengan atmosfer mencekam dan visual yang membuat kita bergidik. Lebih dari sekadar kengerian, film ini menghadirkan sebuah refleksi tajam tentang ketakutan kita pada penuaan dan standar kecantikan yang tak terjangkau.

Film ini berhasil menyentuh berbagai lapisan isu tentang kecantikan dan ketidakpuasan diri. Pilihan Sparkle untuk terus-menerus memakai serum, meskipun ada konsekuensi yang merusak, menggambarkan obsesi masyarakat modern akan kemudaan dan daya tarik fisik.

Semua kecemasan ini dibungkus dengan apik dalam sebuah karya film oleh Coraile Fargeat, seorang sineas asal Perancis yang telah memiliki banyak penghargaan. Ketika film ini diumumkan, apalagi dengan Demi Moore di dalamnya, bikin kita jadi penasaran. Simak review-nya di sini.

Review film The Substance (2024)

Sinopsis The Substance

Film ini mengikuti kisah Elisabeth Sparkle, seorang aktris kelas A berusia lima puluhan yang pernah meraih Oscar. Karier Sparkle mulai meredup seiring bertambahnya usia, dan kecemasannya tentang penampilan semakin dalam setelah ia dipecat sebagai pembawa acara program aerobik karena dianggap terlalu tua untuk tampil di layar.

Masalah Sparkle bertambah ketika ia mengalami kecelakaan mobil. Namun, peristiwa ini justru membuka jalan baginya menuju perubahan yang ia idamkan. Seorang perawat memberitahu Sparkle tentang serum misterius yang bisa mengembalikan kemudaan wajahnya. Tapi, serum tersebut datang dengan harga yang mengerikan.

Penggunaan serum itu ekstrem: dari tubuh Sparkle, muncul versi mudanya yang bertahan selama tujuh hari sebelum bergantian dengan dirinya yang asli. Kehidupan lamanya kembali, termasuk kesempatan tampil sebagai host aerobik. Namun, Sparkle merasa tak puas dan melanggar aturan dengan memperpanjang penggunaan serum. Ini mengantarnya ke dalam teror menakutkan dan menjijikkan yang terus menghantuinya.

Sindiran Keras Terhadap Standar Kecantikan

Dalam Time, Cady Lang pernah menulis artikel yang menyebutkan bahwa “bahkan The Kardashians sekali pun enggak bisa bertahan dengan standar kecantikan mereka yang enggak realistis.” Keluarga Kardashian kerap dikritik karena menampilkan dan memberikan pengaruh mengenai standar kecantikan yang di luar nalar lewat photo editing berlebihan bahkan operasi plastik.

Di sisi lain, mereka juga kerap dituntut buat menaikkan kecantikan mereka lebih dan lebih lagi, termasuk oleh ibu mereka yang menyuruh mereka untuk operasi plastik. Dalam sebuah wawancara, Kylie Jenner pernah curhat bahwa ia menyesal pernah melakukan breast augmentation pada usia remaja dan berharap anak-anaknya enggak memilih melakukan hal itu.

Ada banyak perempuan yang hidup dalam lingkungan kondusif dan suportif di mana mereka enggak cuma dinilai dari kecantikan yang enggak realistis saja. 

Namun, kampanye mencintai diri sendiri pun enggak bisa membendung standar kecantikan tinggi di beberapa arena sosial, seperti misalnya di dunia hiburan. Di dunia hiburan, pelaku-pelakunya di depan layar seolah dituntut, baik sama diri sendiri mau pun oleh lingkungan buat selalu mempertahankan kecantikan mereka. Apalagi, operasi plastik kini semakin mudah diakses dan jenisnya pun semakin variatif.

Dalam The Substance, mungkin mudah buat menyalahkan Sparkle sebagai penyebab utama bagi kehancuran dirinya sendiri. Toh, dia sendiri yang memilih buat menggunakan serum itu dan melanggar aturan pakai. 

Namun, Sparkle seperti itu lantaran ia dibuang dari dunia tempat ia mendedikasikan waktunya, seolah semua jasanya selama ini enggak ada artinya. Ia dipecat dari acara aerobik bukan karena ia enggak menjaga makan dan gaya hidup, misalnya, tetapi simply karena dia sudah menua, dan hal itu jelas sesuatu yang alamiah.

Ketika Sparkle mendapatkan solusi lewat pergantian tubuh, ia enggak bisa menahan diri buat terus-menerus memakai tubuh mudanya (yang bernama Sue) dan melanggar aturan pakai. Dalam tubuh Sue, Sparkle enggak cuma mendapatkan ketenaran. Ia merasakan mendapatkan cinta dan perhatian, basic needs dari psikologi manusia.

Adegan-Adegan yang Menjijikkan di Momen dan Tempat yang Tepat

The Substance bukan tipe body horror kayak The Human Centipede yang premisnya saja sudah “menjijikkan”. Premisnya sebetulnya biasa saja. Eksekusinya dan permainan psikologisnya yang menyentuh isu sensitif bagi perempuan bikin film ini jadi menjijikkan. Close-up shot yang dipakai untuk memperlihatkan proses bagaimana Elisabeth menjadi Sue, bahkan hingga cipratan darah ke mana-mana serta disfigured body yang ditaruh dalam momen menegangkan itulah yang membuat penonton mual setengah mati.

Setelah kita dibuat cemas oleh kecemasan Sparkle, kita diperlihatkan adegan-adegan terkait tubuh yang enggak wajar. Usai Sparkle kejar-kejaran dengan waktu, kita diperlihatkan bagaimana Sparkle mengakali serum dengan cara yang ngawur.

Pada akhir cerita, saat Sparkle sedang bersiap-siap untuk momen yang membahagiakan, disfigured body yang terlihat riang itu rusak, menimbulkan cipratan darah, dan ditutup pula dengan tawa yang enggak diletakkan di momen yang “wajar.”

Ketakutan yang ditimbulkan kepada penonton ini juga didukung oleh akting Demi Moore yang mumpuni. Jam terbang memang enggak berbohong. Di dalam film ini, Demi Moore seperti kerasukan, bukan oleh sesuatu yang bersifat supernatural, melainkan kerasukan kecemasannya sendiri. Banyak perempuan, terutama barangkali yang usianya seperti Sparkle, yang mungkin akan mengalami gejolak perasaan yang sama, serta kebutuhan yang sama akan pengakuan bahwa dirinya tetap berarti di usia mana pun.

Selain akting dan peletakkan momen-momen disturbing yang pas, film ini mengintimidasi lewat latar yang tepat. Kamar mandi berubin putih, tempat di mana serum itu dipakai, memberikan kesan sunyi dan membuat praktik peremajaan tubuh yang enggak wajar ini terlihat lebih jelas. Kamar mandi sunyi ini memperlihatkan darah dengan lebih merah, memeluk Sparkle dengan kesepian, membuat dia hanya sibuk dengan dirinya, dengan kecemasannya, juga dengan serum yang metode pakainya enggak manusiawi.

Scoring yang Memupuk Rasa Cemas

The Substance punya koleksi scoring yang bukan cuma mendukung adegan-adegan menegangkan, tetapi juga menggambarkan betapa enggak stabilnya perasaan Sparkle. Beberapa scoring berawal dari musik yang bernuansa lembut, tetapi kemudian nadanya menegangkan. Ada juga scoring dengan nada menegangkan yang memiliki jeda lama, sehingga saat nada menegangkan berikutnya muncul lagi (disertai sajian perihal tubuh yang menjijikkkan), kita akan dibuat terkejut dan betul-betul enggak nyaman.

Scoring yang apik ini adalah hasil karya dari Benjamin Stefanski (Raffertie), komposer spesialis musik klasik dan experimental electronic compositions yang juga pernah membuat scoring untuk beberapa proyek ternama seperti The Continentals. Maka dari itu, enggak mengherankan kalau scoring The Substance adalah campuran dari musik klasik sekaligus musik elektronik yang bikin perasaan campur aduk dan seolah menjadi dua sisi berbeda: sisi Sparkle yang menua tetapi punya nama (bak musik klasik) dan sisi Sparkle yang menjadi Sue (bak musik elektronik kekinian).

***

Di layar sinema Indonesia, ada beberapa sensor dari film The Substance, terutama pada bagian nudity yang tentu sedikit berpengaruh pada pengalaman menonton body horror yang harusnya lebih traumatis. Namun, jika film ini kelak masuk ke platform VOD seperti Netflix, Google TV, dan sebagainya, mungkin kamu bisa melihat versi uncensored-nya sehingga kamu bisa lebih puas dalam mengikuti perjalanan kecemasan Elisabeth Sparkle.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.