Review Film The Cursed Land (2024)

The Cursed Land (2024)
Genre
  • horor
Actors
  • Ananda Everingham
  • Bront Palarae
  • Jennis Oprasert
Director
  • Panu Aree
Release Date
  • 09 October 2024
Rating
2 / 5

*Spoiler Alert: Review film The Cursed Land ini mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton. 

The Cursed Land menawarkan sesuatu yang berbeda dari kebanyakan film horor Thailand. Berbeda dari film horor yang biasanya kental dengan nuansa dan mitos agama Buddha, karya Panu Aree ini menampilkan sentuhan agama Islam yang jarang dieksplorasi dalam horor Thailand. Latar ceritanya berada di Nong Chok, sebuah daerah di Thailand dengan mayoritas penduduk Muslim, dan berkisah tentang kutukan jin 200 tahun yang terlepas. Keunikan film ini terletak pada perpaduan budaya, agama, serta hubungan ayah-anak yang menjadi pusat cerita.

Seperti apa keunikan The Cursed Land yang disutradarai oleh Panu Aree ini? Mari kita cari tahu lewat ulasan dari KINCIR berikut ini.

Review Film The Cursed Land (2024)

Sinopsis film The Cursed Land

Mit, seorang kepala bagian teknik, pindah bersama putrinya, May, ke Nong Chok setelah kematian istrinya. Hubungan mereka yang dingin akibat duka kehilangan segera diperumit dengan nuansa misterius rumah baru mereka yang penuh dengan simbol-simbol kuno dan kertas-kertas misterius. Ketidaknyamanan mereka semakin terasa karena mereka adalah minoritas Buddha di lingkungan yang mayoritas Muslim.

Penduduk sekitar sebenarnya sangat ramah, seperti memberi kari dan mengundang mereka ke berbagai acara. Namun, Mit selalu merasa tidak nyaman dan curiga, terutama terhadap seorang pria misterius bernama Heem yang terus mengawasi rumah mereka. Ketidaknyamanannya makin memuncak saat ia mendengar suara azan dan mencopot semua kertas misterius dari pintu-pintu rumahnya. Di sisi lain, May lebih mudah beradaptasi, berteman dengan gadis lokal bernama Yah, meskipun tetap merasakan gangguan supernatural.

Ketika anjing mereka mati secara misterius, gangguan di rumah semakin intens. Mit mulai kehilangan kontrol, mengalami masalah di tempat kerja, dan menyalahkan lingkungan sekitar. Namun, teror sebenarnya justru berasal dari kesalahan Mit sendiri yang tanpa sadar melepaskan kutukan jin 200 tahun di rumah itu.

Plot unik dengan elemen budaya yang kuat

Film The Cursed Land
Mit dan May via Istimewa

The Cursed Land menawarkan elemen-elemen andalan dalam film horor, seperti perbedaan budaya, hubungan keluarga, dan mitos kuno yang kuat. Ada satu adegan menarik ketika dosen May mengulas tentang konsep ruang arsitektur sambil mengutip Le Corbusier, yang kemudian berkaitan dengan sejarah kelam rumah yang mereka tinggali.

Berbeda dari konflik perbedaan budaya yang klise, film ini lebih menonjolkan prasangka Mit yang kompleks. Namun, terlalu banyak fokus pada prasangka Mit membuat film terasa lambat dan kurang memberikan informasi tentang masa lalu rumah tersebut atau pola hidup masyarakat setempat.

Bront Palarae yang memerankan Heem berhasil menciptakan karakter misterius yang menarik. Namun, kunci cerita sebenarnya terletak pada Mit, yang justru menjadi penyebab masalah besar dan gagal melindungi putrinya.

Visual dan Suara yang Membangun Suasana Mencekam

Film The Cursed Land
May, Mit, dan Heem via Istimewa

Film ini berhasil menciptakan suasana tidak nyaman melalui pilihan tone warna. Pada malam hari, tone gelap dengan dominasi biru hitam membuat rumah tua terasa semakin kuno dan angker. Pada siang hari, tone kuning kecokelatan membuat rumah tampak lusuh dan panas, semakin mempertegas atmosfer tidak ramah di sekitar rumah.

Pengambilan gambar yang lambat dan fokus pada sudut-sudut rumah juga menambah intensitas kengerian, terutama dalam adegan-adegan budaya setempat seperti potong hewan kurban yang membuat Mit semakin gelisah.

Review film The Cursed Land
Sejarah panjang di masa lalu via Istimewa

Film ini memang slow burn. Dari awal, ada banyak cinematic shock yang bikin kita paranoid, tetapi sesungguhnya itu enggak berujung pada jumpscare gamblang. 

Ketakutan kita diaduk-aduk lewat permainan pengambilan gambar, tone warna, dan juga efek scoring yang nyaring. Bukan cuma scoring saja, sebetulnya, suara dari dalam adegan seperti siut angin, suara pintu rusak, pisau untuk memotong hewan, suara tanah yang digali, sampai suara azan yang asing di telinga Mit pun memberikan rasa takut sekaligus penasaran.

Bisa dibilang film ini terselamatkan oleh tone warna dan efek suara, baik suara pengiring atau pun suara dari dalam film. Scoring dan suara-suara di dalam adegan ditempatkan dalam porsi yang pas, sehingga kita bisa memahami perasaan Mit yang campur aduk.

***

Kalau kamu mencari film dengan elemen visual horor yang traumatis, mungkin ini bukan film yang cocok buat kamu. Bahkan, setelah separuh durasi terlewat, kamu  kamu masih tetap bergelut dengan kondisi Mit yang enggak menentu alih-alih menemukan jumpscare yang menantang jantungmu. Meski begitu, ini film yang cukup unik dan berani untuk menjadi berbeda lewat representasi budaya dan masyarakat yang menjadi fokus ceritanya. Apalagi, akting ciamik dari Ananda Everingham sebagai Mit dan Bront Palarae sebagai Heem mempertebal sisi misterius dari film ini. Tertarik buat nonton?

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.