*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Kehadiran serial Brata di HOOQ benar-benar merupakan angin segar bagi Indonesia. Tontonan dengan tema kejahatan memang sulit ditemukan di Indonesia. Kebanyakan adegan interogasi polisi dibuat dengan ala kadarnya aja, kayak kalau lo mau mendaftar CPNS dan lo butuh SKCK dari kepolisian.
Nah, sebagai serial kriminal, Brata membuktikan bahwa kualitasnya bisa disamain dengan CSI. Polisi enggak cuma bertindak sebagai orang yang menangkap maling atau penipu, tapi sebagai detektif dalam kejahatan serius. Tanpa perlu kebanyakan drama, Brata langsung mengawali episode pertama dengan kasus penculikan dan mutilasi.
Dalam kasus penculikan seorang anak, Brata enggak segan-segan menyakiti para pihak terkait yang enggan buka mulut. Bahkan, Brata bisa melakukan hal ekstrem seperti memasukkan sambal ke mata tersangka. Kebayang enggak pedesnya?
Pada adegan ini, mungkin lo bakal ngerasa bahwa Brata adalah orang keji. Memang, Brata adalah polisi yang kaku dan keras hati. Cuma, Brata bakal ngelakuin apa pun untuk menegakkan keadilan dan membantu mereka yang terzalimi. Lagipula, meskipun Brata punya sisi kelam kayak begini, toh, berkat dia kasus penculikan bisa diselesaikan dengan baik.
Selain itu, Brata juga enggak segan-segan ngebantuin orang-orang "kecil". Udah jadi rahasia umum bahwa pihak kepolisian sering ngeremehin kasus-kasus kecil. Kayak yang dicontohkan di film ini, kasus pedagang yang kehilangan gerobaknya. Berbeda sama polisi lain yang keliatan males-malesan ngebantuin, Brata justru membantu pedagang itu dengan serius.
Baca juga 5 Alasan Kenapa Lo Harus Nonton Serial Brata.
Sikap Brata yang cuek dan kejam sama penjahat enggak bisa dilepaskan dari masa lalunya. Dalam episode 1 ini, kita belum tahu jelas bagaimana kelamnya masa lalu Brata. Dari obrolan Brata dan komandannya, kita cuma tahu bahwa Brata lama hidup di jalanan dan punya masa lalu yang enggak mengenakkan.
Oh, ya, meskipun dikritik oleh komandannya karena dia ngebunuhin penjahat dan sempet bikin satu penjahat nyaris buta, Brata tetep enggak kapok dengan metode investigasinya. Metode ini juga bakalan dia pakai saat menangani kasus baru yang cukup pelik: penemuan mayat mutilasi di gedung tua.
Diawali dari penjambret yang kabur, potongan-potongan tubuh yang dihiasi topeng Cepot tergantung di atap gedung tua yang mangkrak, kasus mutilasi ini jadi fokus Brata, timnya, dan juga Vera. Vera adalah dokter forensik yang kalau dilihat dari interaksinya, sih, punya perasaan terhadap Brata.
Balik lagi ke masalah mayat, tragisnya, mayat korban mutilasi ini bukan cuma satu, melainkan dua. Mengetahui bahwa kasus yang ditanganinya berbahaya, Brata dan tim langsung menyusun daftar residivis, preman, dan mucikari yang diduga punya alasan kuat buat melakukan tindakan biadab itu. Kecurigaan mereka kepada tiga profesi itu didasarkan pada lingkungan tempat ditemukannya mayat yang memang kental dengan aktivitas kriminal dan pelacuran.
Berbagai cara ditempuh Brata dan timnya buat menemukan pelaku kriminal yang sadis ini. Cara pertama adalah dengan mencari mucikari 40 tahun yang biasa mangkal di daerah tertarget. Pencarian ini diawali dengan menginterogasi para pelacur dan makelar PSK kelas teri yang mengantarkan mereka kepada sosok Topan. Pria tambun dengan wajah sangar ini rupanya adalah suami dari target yang udah bolak-balik masuk penjara. Topan dicurigai sebagai pelaku pembunuhan. Salah satu korban diduga adalah sang istri.
Kecurigaan Topan dan tim rupanya salah karena istri Topan menjemput sang suami. Seperti yang udah-udah, dia menebus sang suami supaya bisa keluar dari penjara. Bukan cuma itu aja, ada kejutan lain yang lebih menyeramkan: penemuan Vera bahwa mayat yang mereka temukan enggak cuma berjumlah dua, tapi lima.
Buat lo yang hobi banget nonton serial kriminal seperti CSI, Criminal Minds, atau pun Hawaii Five-O, mungkin lo bakal ngerasa déjà vu saat menonton Brata. Contohnya penemuan mayat yang diawali dengan kejahatan kecil (adanya tukang jambret, tukang klepto, anak muda mau pakai narkoba, dan lain-lain).
Tenang aja. Bukan berarti Brata menjiplak atau mau “sok Amerika”. Setiap adegan yang ada di dalam serial Brata benar-benar mengingatkan kita dengan keadaan di Indonesia. Mulai dari polisi tukang selfie, kata-kata makian dengan binatang berkaki empat, sampai rentenir yang enggak capek-capek nagihin utang.
Baca juga 5 Pola Klise dalam Serial TV Kriminal.
Di balik kehebatannya, Brata memang bukan polisi yang sempurna. Dia hobi ngelanggar peraturan, kasar, dan agak licik. Namun, itulah yang bikin Brata jadi sosok yang asyik buat dikagumi, mengingat enggak ada manusia yang sempurna.
Nah, pengen tahu siapa aja, sih, yang jadi korban pembunuhan sadis? Siapa pulakah dalang di balik kasus mutilasi tanpa perikemanusiaan ini? Episode dua nantinya pasti enggak kalah menegangkan. Jadi, simak semuanya di rekap Brata selanjutnya hanya di Kincir.com!