*Spoiler Alert: Review film Women from Rote Island mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton.
Siapa yang kemarin menonton malam penganugerahan Festival Film Indonesia (FFI) 2023? Di acara penghargaan paling bergengsi untuk dunia perfilman Indonesia tersebut, Women from Rote Island berhasil menjadi pemenang untuk penghargaan “Film Cerita Panjang Terbaik” 2023. Tiga bulan setelah mendapatkan penghargaan Piala Citra, film ini akhirnya ditayangkan di bioskop Indonesia!
Women from Rote Island digarap oleh Jeremias Nyangoen, yang baru melakukan debut sutradaranya lewat film ini. Menariknya lagi, film ini dibintangi oleh sebagian besar aktor baru yang belum punya pengalaman akting sebelumnya, di antaranya Linda Adoe, Irma Rihi, Sallum Ratu Ke, Van Jhoov, dan aktor lainnya.
Women from Rote Island berkisah tentang Orpa yang bersikeras menunggu anak sulungnya, yang bekerja sebagai TKI ilegal, pulang dari Malaysia dulu sebelum menguburkan suaminya. Namun ketika Martha (anak sulungnya Orpa) pulang menghadiri pemakaman ayahnya, dia tiba dalam kondisi mental yang tidak baik. Kepulangan Martha ke Rote, kampung halamannya, malah menjadi awal kisah pilu bagi keluarganya Orpa.
Review film Women from Rote Island
Film tentang kekerasan seksual yang gelap dan intens sampai bikin gelisah selama menonton
Women from Rote Island sebenarnya punya judul dalam versi Bahasa Indonesia, yaitu Perempuan Berkelamin Darah. Dibandingkan judul versi Bahasa Inggrisnya, judul versi Bahasa Indonesianya lebih jelas menunjukkan bahwa film ini mengangkat isu tentang kekerasan seksual terhadap perempuan Indonesia. Menariknya, sutradara sekaligus penulis naskah, Jeremias Nyangoen, memilih Rote sebagai latar tempat filmnya, yang bisa dibilang jarang ditampilkan di perfilman Indonesia.
Sebelum kamu menonton Women from Rote Island, saya mau berpesan bahwa kamu harus menyiapkan mental sebelum menonton film ini. Isu yang diangkat film ini saja sudah sangat sensitif, ditambah lagi dengan ceritanya yang benar-benar bernuansa gelap dari awal hingga akhir filmnya. Sudah isunya sensitif dan ceritanya gelap, penceritaan film ini pun dibuat dengan pace atau alur yang sangat intens, sampai bisa bikin kamu gelisah selama menontonnya.
Film ini menampilkan beberapa adegan disturbing yang cukup eksplisit, di antaranya adegan pemerkosaan, pelecehan, hingga pembunuhan. Enggak heran Women from Rote Island mendapatkan rating untuk penonton usia 18 tahun ke atas. Apalagi, setiap adegan disturbing Women from Rote Island ditampilkan secara raw dengan efek suara seadanya, yang makin membuat penonton bisa merasakan ketidakberdayaan para karakter yang sedang mengalami kemalangan.
Walau Women from Rote Island fokus pada isu tentang kekerasan seksual, sutradara Jeremias enggak lupa menonjolkan berbagai kebudayaan Rote di filmnya, seperti adat pemakamannya, tradisi penghiburan orang meninggal, sampai tentang pantangan mereka. Hal lainnya yang saya sangat salut dari film ini adalah dialognya terasa natural begitu saja dengan penggunakan kosakata yang apa adanya ketika orang-orang Rote sedang berbincang.
Para aktor tanpa pengalaman yang menampilkan akting luar biasa
Women from Rote Island dibintangi oleh Linda Adoe, Irma Rihi, Sallum Ratu Ke, dan aktor lainnya. Wajar jika kamu tidak familier dengan para aktor di film ini. Soalnya, film ini memang menampilkan banyak aktor baru tanpa pengalaman akting, yang mana aktornya diambil dari orang-orang asli Rote yang melalui proses audisi. Fakta menariknya, pemeran Orpa, yaitu Linda Adoe, tadinya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) sebelum lolos audisi untuk Women from Rote Island.
Untuk ukuran aktor yang minim pengalaman akting, khususnya untuk pemeran Orpa dan Martha, akting yang mereka tampilkan di film ini tidak main-main! Rasanya sulit percaya jika sebagian besar aktor Women from Rote Island ternyata tidak punya background akting. Penamplian mereka enggak kalah dengan aktor kawakan Indonesia lainnya.
Hampir semua aktor Women from Rote Island, baik pemeran karakter utama maupun karakter pendukungnya berakting dengan sangat natural. Mereka begitu mengalir seperti bukan berakting. Berhubung mereka semua orang Rote, semua dialognya terasa natural dengan logat khas mereka. Ketika ada momen emosional, emosi yang mereka keluarkan juga terasa nyata, tidak terasa dibuat-buat.
Visual yang menonjolkan keindahan Rote
Women from Rote Island memang ceritanya gelap dan suram, tetapi sutradara Jeremias Nyangoen dan sinematografer Joseph Fofid tidak lupa memperlihatkan keindahan Rote lewat film ini. Jeremias dan Joseph cukup sering menggunakan teknik kamera long shot dalam menampilkan keindahan latar tempat filmnya secara luas. Jadi dalam satu film kita bisa melihat keindahan langit Rote, dataran Rote, hingga daerah pantainya yang dipenuhi karang-karang besar.
Untuk efek suaranya, sutradara Jeremias tidak menggunakan scoring atau musik yang berlebihan di sepanjang filmnya. Bahkan ada beberapa adegan eksplisit yang dibuat tanpa musik dan scoring, yang malah semakin membuat adegannya terasa disturbing. Jeremias juga enggak lupa menggunakan musik tradisional Rote untuk mengiringi beberapa adegannya.
***
Siapkan dirimu sebelum menonton Women from Rote Island karena film ini menampilkan isu kekerasan seksual dengan cerita yang gelap dan intens. Perasaan kamu bakal dibuat campur aduk setelah menonton film ini. Kamu juga enggak bakal menyangka bahwa para aktor utama Women from Rote Island ternyata baru terjun di dunia akting lewat film ini karena menampilkan akting luar biasa dengan pembawaan yang sangat natural.
Setelah baca review film Women from Rote Island, apakah kamu jadi tertarik menonton film drama ini? Buat yang sudah menonton, jangan lupa bagikan pendapat kamu tentang film ini, ya!