Sudahkah kamu menonton Agak Laen? Film ini mencatat rekor dengan mendulang 6.437.391 penonton, mengalahkan banyak film tenar Indonesia lain seperti Pengabdi Setan 2: Communion, dan Dilan 1990. Jika jumlah itu terus bertambah, Agak Laen bakal mengalahkan film Indonesia terlaris sepanjang waktu, yakni KKN di Desa Penari yang mendulang 10.061.000 penonton.
Agak Laen sendiri bercerita tentang empat sahabat penjaga rumah hantu di pasar malam. Berusaha keras supaya rumah hantunya enggak bangkrut, nyatanya justru mereka enggak sengaja memakan korban jiwa. Supaya enggak bermasalah dengan hukum, mereka mengubur mayat korban. Namun, arwah korban malah gentayangan dan justru bikin ramai rumah hantu itu.
Namun, terlepas dari ulasan positif dari para kritikus dan penonton atas humor yang segar, film ini enggak terlepas kontroversi. Pendapat beberapa warganet mengenai ableism dalam film komedi ini menjadi viral dan membuat makna dari film ini jadi dipertanyakan. Seperti apa kontroversinya?
Tudingan ableism, prasangka terhadap penyandang disabilitas di film Agak Laen
Salah satu karakter di film Agak Laen yang bernama Obet, digambarkan sebagai penyandang disabilitas (bisu) dan ada banyak kegagalan komunikasi yang menimpanya. Adegan ini dianggap ableist, atau memberikan cap prasangka dan stereotip tertentu terhadap penyandang disabilitas. Selain itu, ada beberapa orang yang kecewa tentang kenapa peran penyandang disabilitas di film ini juga enggak diperankan oleh penyandang disabilitas di dunia nyata.
Namun, banyak juga yang berpendapat kalau film ini enggak benar-benar ableist. Warganet lain, berujar bahwa apa yang sebetulnya disampaikan bukanlah tentang merendahkan kaum disabilitas, tetapi tentang bagaimana situasi kegagalan komunikasi itu menjadi humor yang segar.
Isu transfobik dan perendahan kaum perempuan
Selain tudingan ableism, ada pula yang mengeluhkan tentang isu transfobik lewat beberapa gurauan terkait hal itu di film, serta degradasi pada perempuan. Sebutan pelakor pada karakter yang dibawakan Indah Permatasari dianggap merendahkan perempuan, padahal dalam perselingkuhan, bukan hanya perempuan yang salah.
Namun, tentu enggak semua orang setuju dengan hal ini. Banyak juga yang menganggap kalau peran ini merupakan sindiran sosial atas banyaknya lelaki hidung belang dan perempuan yang enggak punya malu. Selain itu, banyak yang berpikir kalau orang ketiga perempuan di dalam sebuah hubungan, ya memang punya porsi salahnya sendiri. Lelaki pun bisa disalahkan karena julukan untuk lelaki ketiga pun ada.
Menjadi cermin sosial yang diapresiasi
Terlepas dari kontroversinya, film Agak Laen memang punya muatan kritik sosial yang banyak diapresiasi. Empat tokoh utamanya sendiri merupakan kalangan bawah yang punya masalah struktural masing-masing. Masalah-masalah itu pun sangat nyambung sama masalah yang ada di Indonesia, seperti judi daring, pemujaan berlebihan terhadap sosok tentara, dan sebagainya.
Dan seperti apa yang memang terjadi di negara kita, dengan seabrek masalah yang melilit, para orang kecil kadang enggak punya pilihan kecuali menjalani hidup yang ditawarkan kepada mereka dan mengubah beberapa hal miris menjadi guyonan, untuk menghibur diri dari kesulitan.
Setiap film tentu memiliki pro-kontranya sendiri dan enggak bisa memuaskan semua pihak. Ernest Prakasa selaku produser juga telah menerima beberapa kritikan ini dan menjadikannya catatan buat produksi ke depan. Nah, bagaimana pendapatmu terkait kontroversi di film Agak Laen ini?